Recognizing Matsuyama From The Street

“Tulisan ini adalah tulisan yang akan di muat dalam buku PPI Ehime University”

Sebelum terbang ke Jepang, Osozawa sensei[1] yang menjabat Direktur Asia Africa Center, Institute for International Relations, Ehime University, memberikan satu pertanyaan sederhana pada kami semua.

“Apa yang ingin kalian pelajari di Jepang?” Wajahnya menatap kami satu persatu. Hari itu saya menjawabnya dalam tiga lembar tulisan. Salah satu yang pasti adalah saya sangat ingin mempelajari budaya Jepang. Tidak akan sama rasanya, membaca buku dan mempelajari budaya suatu negara di negara yang bersangkutan. Program short course[2] di Ehime University akhirnya telah memuaskan rasa ingin tahuku tentang budaya negeri Kaisar Meiji ini.

Mengenang Kota Matsuyama, berarti membuka ribuan gambar yang pernah terekam oleh mata, hati, otak dan tentu saja kameraku. Sebanyak 45 GB space di notebook milikku hanya terisi oleh “kenangan” ketika aku mengunjungi Matsuyama di Ehime Prefektur, Jepang. Ada lebih dari 7000 gambar yang mampu bercerita tentang Ehime dari semua sudut, terutama Kota Matsuyama. Terletak di antara dataran tinggi Shikoku dan Setonaikai (Seto Inland Sea, laut pedalaman yang hanya satu-satunya di dunia), Matsuyama merupakan kota terbesar di Pulau Shikoku. Berada tepat di tengah daratan Prefektur Ehime. Dalam peta Jepang, kota ini terletak di 132046’ Bujur Timur dan 33o50’ Lintang Utara, berbeda 7o timur dari Tokyo. Selisih itu menyebabkan waktu terbit dan terbenamnya matahari di Kota Matsuyama menjadi lebih lambat 28 menit dari Kota Tokyo. Daratan Matsuyama terbentuk dari dua aliran sungai utama, yaitu: Sungai Shigenobu dan Sungai Ishite yang mengalir di antara Pegunungan Takanawa ke arah timur laut dan Pegunungan Ishizuchi ke arah tenggara.

Sangat menyenangkan aku bisa menghabiskan waktu 2 bulan di kota ini. Banyak hal yang kupelajari dan tentunya sangat menarik untuk dicermati. Satu hal yang paling menarik perhatianku adalah ikatan yang kuat antara orang-orang Jepang dan seni didalam kehidupan mereka. Seni adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang-orang Jepang. Seni, dapat ditemukan dimanapun dan dalam bentuk apapun, seperti: arsitektur bangunan, makanan, pakaian, lukisan, bahkan dalam wujud yang tidak terpikirkan.

 

Arsitektur Bangunan

Kota Matsuyama adalah perpaduan antara kata ‘ancient’ dan ‘contemporer’. Dua kata ini merujuk pada arsitektur bangunan-bangunan yang memadati kota ini. Lihatlah Matsuyama Castle[3] di atas bukit sana, dan nikmatilah keanggunan sebuah kastil kuno yang seolah-olah berada di atas awan. ‘Saka no ue no kumo’, begitulah anak cucu bangsa Mongolia ini menyebutnya. Melangkahlah ke kawasan Dougo, disana akan mudah ditemui salah satu pemandian air panas (hot spring) tertua di Jepang, di bangun sekitar 300 tahun yang lalu. Dougo Onsen Honkan, bangunan yang menjadi simbol perpaduan antara arsitektur Jepang dan Eropa. Onsen yang menjadi latar belakang pembuatan novel Botchan oleh novelis Soseki Natsume ini adalah tempat kaisar-kaisar Jepang dulu menghabiskan waktu mereka memanjakan diri dengan ofuro (mandi berendam dengan air panas, biasanya dilakukan pada malam hari sebelum tidur). Namun, bangunan dengan gaya kontemporer pun banyak berdiri di Kota Matsuyama. Pada umumnya pusat perbelanjaan dibangun dengan gaya kontemporer. Beberapa museum pun dibangun dengan gaya kontemporer, misalnya museum Saka no Ue no Kumo dan museum arkeologi.

 

Makanan

Dalam urusan makanan orang Jepang menganut paham ‘me de taberu’ atau makan dengan mata. Dalam hal ini morfologi makanan merupakan salah satu hal yang paling penting dan sangat diperhatikan oleh orang Jepang. Tengoklah kue-kue dan makanan yang dijajakan oleh mereka, maka akan ditemukan seni yang mengenyangkan di dalamnya.  Orang Jepang sangat mengerti bahwa kesan pertama begitu menggoda, sehingga makanan yang mereka jual dan pajang di toko dibuat secantik dan semenarik mungkin. Tentu saja akan menggoda mata dan dompet para pembeli.

 

 

Manhoru

Dari semua hal yang aku alami, rasakan dan pelajari selama menjadi warga Kota Matsuyama, ada satu hal yang sangat menarik perhatianku. Satu wujud seni yang membuatku yakin bahwa mereka memang memiliki selera seni yang tinggi. Bagi orang lain hal ini mungkin sama sekali tidak menarik, tetapi bagiku keberadaannya begitu amazing[4]. Setiap kali kulangkahkan kaki di jalan-jalan Kota Matsuyama, selalu ada sesuatu yang membuatku melihat ke bawah. Manhoru dalam bahasa mereka atau manhole dalam bahasa Inggris, yang berarti lubang got dalam bahasa kita. Lubang got? Lalu apa hubungannya lubang got dengan seni dalam kehidupan orang Jepang? Karena itulah hal ini menjadi menarik perhatianku.

Coba sejenak pikirkan bagaimanakah wujud lubang got yang ada di kota-kota Indonesia. Pada umumnya lubang got tersebut hanya terbuat dari beton persegi panjang dengan besi pada kedua ujungnya. Sebaliknya lubang got di Matsuyama (dan kemungkinan besar di seluruh Jepang) sangatlah cantik dan menarik. Berbentuk lingkaran, terbuat dari baja, dan diatas manhoru ini tercetak gambar bunga tsubaki (camellia), bunga khas kota Matsuyama yang dikelilingi tulisan ‘Matsuyama’ dalam huruf hiragana. Pada manhoru yang lain aku menemukan kata ‘minna de tsukurou’ yang artinya kurang lebih ‘ayo semua berbuat’, mungkin maknanya mengajak semua penduduk kota untuk berbuat yang terbaik bagi Kota Matsuyama. Menarik bukan? Sesuai dengan peruntukannya, sebenarnya lubang got ini tidak harus secantik itu. Fungsinya hanya untuk menutupi got saja. Namun lihatlah betapa cantik dan menariknya lubang got Matsuyama. Begitu menariknya sampai membuatku sering berhenti di tengah jalan hanya untuk mengamati dan memotret manhoru ini, satu hal yang tidak pernah kulakukan di Makassar. Pada akhirnya, manhoru inilah yang menjadi tema presentasi akhirku di Ehime University.

Apa yang mereka lakukan pada manhoru adalah suatu cara yang sangat manis, namun sederhana. Seni yang bisa membuat orang-orang yang datang ke Kota Matsuyama mengenal kota ini, tidak hanya ketika melihat ke atas bukit tempat Matsuyama Castle berdiri atau mengunjungi Dogo Onsen. Lebih dari itu mereka akan merasakan Matsuyama di setiap langkah di jalan-jalan Kota Matsuyama. Mereka akan segera tahu bahwa mereka sedang menginjakkan kaki di kota bernama ‘Matsuyama’; bahwa Matsuyama itu tentang bunga tsubaki, Matsuyama Castle, dan Dogo Onsen.  Belum lagi jika mereka berjalan di Gintengai dan pusat perbelanjaan Okaido, mereka temukan lebih banyak lagi identitas Kota Matsuyama terlukis di atas jalan-jalan tersebut, seperti: gambar Matsuyama Castle, Dogo Onsen, kereta Botchan (replika kereta kuno untuk berwisata keliling kota), jeruk Ehime yang terkenal manis, bahkan peta kota Matsuyama itu sendiri. Hal tersebut menjadi bukti bahwa orang Jepang memang memiliki selera seni yang tinggi dan mereka menginginkannya berada dalam setiap sisi kehidupan mereka hingga di bawah kaki mereka sendiri. Ini maksud dari recognizing Matsuyama from the street.

Akhirnya, ijinkanlah aku memanjatkan doa kepada Tuhan agar Dia memberiku kesempatan untuk menginjakkan kaki kembali di Kota Matsuyama, menikmati kota ini dengan bersepeda, mengejar kereta Botchan nan antik, merasakan manisnya jeruk Matsuyama, menatap kembali keindahan Matsuyama Castle, menikmati indahnya bunga sakura di Dogo Koen, atau merasakan dinginnya salju di Gunung Ishizuchi. Semoga.

 

[1] guru

[2] pendidikan atau pelatihan singkat (Januari-Maret 2010).

[3] kastil

[4] menakjubkan

Watashi No Nikki (2 Februari 2010)-Seri tulisan trip ke Jepang

Suhudingin dan jam biologis yang belum bisa beradaptasi dengan baik, memaksakusholat subuh saat waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi waktu Jepang. Ingin meringkuklagi menghangatkan tubuh, namun jarak yang jauh dari kampus dan kelas bahasaJepang kami yang pertama pukul 8.30 nanti memaksaku untuk segera mandi danbersiap-siap ke kampus. Aku tidak ingin terlambat di hari pertamaku menjadimahasiswa lagi. Apalagi di negeri dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi ini.Aku harus bisa menyesuaikan diri dengan aturan mereka. Hadir 10 menit sebelumwaktu yang di tentukan.

Satu kamar mandi dengan 3penghuninya, membuat kami harus mengatur waktu dengan baik. Semalam sebenarnyaaku sempat ofuro (berendam) sebelumtidur, jadi jika pagi ini aku tidak mandi juga sebenarnya tidak apa-apahehehehe….Tapi, aku orang Indonesiayang terbiasa mandi pagi sebelum beraktifitas. Aku hanya tidak ingin terlihatkucel dan mengantuk di dalam kelas bahasa Jepang kami yang pertama.

Beberapa menit sebelum pukul 8pagi, kami siap berangkat ke kampus. Kemarin kami membutuhkan waktu sejam untuksampai di kampus, jadi hari ini kami harap bisa tepat waktu. Hujan kemarinmembatalkan pembagian sepeda kami. Jadi, hari ini jalan kaki lagi deh, tapitidak apa-apa. sebenarnya kami bisa menggunakan bus atau trem, tapi karenacuaca yang cukup cerah, meski dingin tapi tanpa hujan, maka kami memutuskanuntuk berjalan kaki saja ke kampus. Lagian, kami juga belum mengerti jalur busdan trem di kotaini. Hari ini kami dijanjikan akan dibagikan sepeda oleh pihak kampus, karenahari ini tidak akan turun hujan. Konon katanya, prakiraan cuaca di Jepang 99 %akurat!!

Geliat kota ini sudah terasa sejak pagi. Meski padatnamun lalu lintas di jalan tidak semrawut, semuanya teratur dan patuh padasabda aturan yang ada. Di lampu merah, semua kendaraan berada di jalurnyamasing-masing. Berbaris rapih tanpa menumpuk dan saling silang satu sama lain.Anak-anak SMA dengan seragam sailor mereka yang khas, seperti yang sering kutonton dalam dorama atau kartun Jepang seperti Conan membuatku ingin teriaksekencang-kencangnya heheheh….hwaaaaaaaaaaa….dulu aku hanya bisa melihatnya dilayar TV, sekarang????mereka di hadapanku, berjalan atau bersepeda dengannyatanya di depan mataku…sampai hari ke 5 ku di Jepang, aku masih serasa mimpidan sering bertanya-tanya.Aku di Jepang yah???kedengaran norak bin kampungan ya???Idon’t care…

Terletak di antara dataran tinggi Shikoku danSetonaikai (Seto Inland Sea, laut pedalaman yang hanya satu-satunya di dunia), Matsuyama adalah kotaterbesar di prefektur Ehime. Berada tepat di tengah daratan prefektur Ehime, Matsuyama di berkahidengan kekayaan alam yang kaya. Jika mencari kotaMatsuyama di peta Negara Jepang, maka kota ini terletak pada 132′-46′ bujur timur dan33′-50′ lintang utara, berbeda 7o timur dari Tokyo yang menyebabkan waktu terbit dan terbenamnyamatahari di kota ini lebih lambat 28 menit dari kota Tokyo.Daratan Matsuyama terbentuk dari aliran dua sungai utama yaitu Shigenobu riverdan Ishite river yang mengalir diantara pegunungan Takanawa ke arah timur lautdan pegunungan Ishizuchi kearah tenggara. Pusat pemandian air panas Dogo Onsenmemancar dari sebuah sumber air panas yang mengalir dari timur ke barat dibawahbagian selatan dari kota Matsuyama.

Letaknya yang berada disepanjang Seto Inland Sea menyebabkan Matsuyamaberiklim sejuk. Curah hujannya rendah dan meskipun sering turun salju di musimdingin, namun secara umum cuacanya cerah.  Karena tidak berhadapan langsung denganSamudera Pasifik, maka topan tidak sesering di Prefektur Kochi yang berhadapan langsung dengan SamuderaPasifik.

Dengan jumlah populasi hanyasebanyak 515.053 orang, Matsuyama tergolong kota yang sepi. Tidakseramai kota Makassar.Namun aku menyukai hal ini. Karena aku memang tidak begitu menyukai kota besar denganpenduduk yang padat. Bangunan-bangunan yang ada berjejer rapih. Arsitekturbangunan yang ada juga variatif. Dari yang kontemporer, European style sampaibangunan-bangunan tradisional khas jaman-jaman samurai masih berjaya di negeriini juga masih di pertahankan.  Semuanyaberada dalam satu kotayang luasnya hanya 429,03 kilometer persegi ini.

Berbaur dan melebur dengankehidupan kotaini, seperti itulah mungkin konsep program yang di berikan oleh pihakUniversitas Ehime. Karenanya, kami di tempatkan di apato-apato yangberbeda-beda dengan jarak dan lokasi yang berbeda-beda pula. Tujuannya agarkami bisa merasakan langsung bagaimana ritme kehidupan di kota ini. Survive dengan kehidupan apato,dimana kami harus bisa mandiri dalam mengurus diri dan kebutuhan kami sepertimakan dan sebagainya. Bersosialisasi dengan penghuni kota,turut patuh dalam aturan yang berlaku di kotaini. Mempelajari dan memahami budaya mereka, gaya hidup, bahasa dan keseharian mereka.Semuanya secara tidak langsung akan bisa kami pelajari dalam kehidupan kamiselama tinggal di kotaini. Tentu saja itu semua akan memberikan pandangan serta pengalaman yang barubagi kami semua.

Suasana kota yang begitu nyaman membuat kami tidakmerasakan jauhnya jarak 3 km dari apato kami ke kampus. Berjalan kaki terasabegitu menyenangkan. Tak ada lelah sedikitpun. Padahal di Makassar, dari pintu1 kampus ke depan gedung rektorat UNHAS yang jaraknya hanya sekitar 500 meterbiasanya ku tempuh menggunakan angkot. Mimpi  yang menjadi nyata benar-benar membuat semuanya jadi mungkin.

Lokasi apato kami yang jauh darikampus (terjauh di antara semua apato yang kami tempati selama di sini),”memaksa” kami memanage waktu dengan baik jika tidak ingin terlambat tiba dikampus. Hasilnya, kami jadi yang paling pertama tiba di kampus pagiini..hehehe…senangnya!!!

Kami di minta untuk berkumpul disalah satu ruangan kelas di lantai 2. Ruangannya berisi rak-rak yang di penuhidengan buku-buku yang tentu saja berbahasa Jepang. Tidak mungkin bisa terbacaoleh orang yang buta huruf Jepang sepertiku hehehehe…Ruangan yang akan menjadikelas kami hari ini terdiri dari bangku-bangku panjang dan kursi yang di aturrapih menghadap ke depan kelas, dengan sebuah podium sebagai pusat perhatian.White board sebagai sarana mengajar tersedia tepat di belakang podium. Darisetiap ruangan kelas yang kami tempati, tata ruangannya memilki satu kesamaan,yaitu podium tempat guru berdiri pasti berada di tengah-tengah, dan tidak disamping. Hal ini mungkin di maksudkan agar sang guru selalu menjadi pusatperhatian siswa/mahasiswanya.

Mukai sensee memberi sedikitpenjelasan tentang kelas bahasa Jepang kami. Dua orang sensee akan mengajarkami bahasa Jepang selama 3 minggu. Mereka Tanaka sensee dan Kanno sensee.Tanaka sensee adalah seorang wanita berumur kira-kira mendekati 60 tahun.penampilannya khas wanita-wanita Jepang seumurannya. Blouse wol yang di balutdengan blazer dan rok selutut plus stocking. Sedang Kanno sensee  umurnya lebih muda dari Tanaka sensee. Kannosensee wanita yang cantik, putih dengan matanya yang ramah dan ceria .Senyumnya manis banget, pasti menyenangkan di ajar oleh sensee secantik iniheheheh….kubayangkan, kelas bahasa Jepang kami pasti akan seru dan menyenangkandengan sensee-sensee ini, can’t hardly wait to start..!!!

Menurut jadwal yang ada, kelasbahasa jepang  kami terdiri dari 10 kalipertemuan. Dimulai setiap pagi jam 8.30 sampai jam 12 siang. Istirahat satu jamuntuk makan siang dan shalat tentunya sampai jam 1 siang. kemudian lanjutdengan kelas Budaya Jepang oleh Ruth Sensee sampai waktu yang tidak di tentukanheheheh….

Teman-teman dari Sastra Jepangsudah memisahkan diri dengan kami. Mereka di tempatkan di kelas yang berbedadengan sensee dan tentu saja materi yang berbeda pula. Sebelum kelas di mulai,kami di bagikan modul belajar bahasa Jepang yang disusun oleh Centre ForInternational Education Ehime University, dan….surprise, modulnya dalam bahasaIndonesia, senangnya heheheheh…awalnya aku berpikir modul kami ini ditulisdalam bahasa Inggris meski tidak mungkin di tulis dalam bahasa Jepang mengingatperuntukkannya untuk orang-orang yang minim kemampuan bahasa Jepangnya. Tapidengan modul berbahasa Indonesiaini, otomatis akan memudahkan kami dalam mempelajari bahasa Jepang.

SURVIVAL COURSE, Language Skills Life Skills, demikian judul modulnya.Sampulnya berwarna hijau terang. Gambar sampulnya adalah gambar orang yangsepertinya digambar dengan seadanya sehingga tidak bisa di katakan mewakiligambaran sosok manusia seutuhnya. Wajahnya benar-benar bulat, seperti di gambardengan menggunakan cetakan yang bulat, dengan 13 helai rambut di kepalanya.Matanya hanya di gambarkan dengan dua garis melengkung, hidungnya dibentuk olehhuruf L, dan coretan-coretan garis spiral di sekeliling dagu yang mungkin dimaksudkan sebagai kumis sekaligus brewok heheheh…yang memberi satu kejelasanbahwa sosok di sampul ini adalah laki-laki. Sosok ini memakai baju berwarnaputih yang bertuliskan “Ehime University edisi BahasaIndonesia”. Tangan dan kakinya begitu kurus karena hanya digambarkan dengansatu garis saja. Tangan kanannya memegang sebuah jeruk dan tangan kirinyamenenteng seekor ikan. Gambaran potensi sumber daya alam yang paling terkenaldi Ehime Ken, pertanian dan perikanan.

Kelas Bahasa Jepang kami akan dibagi kedalam 2 bagian besar, Language skills dan life skills. Untuk languageskills lesson 1, Kanno sensee yang akan mengajar kami. Tema pertama kamiadalah, perkenalan diri. Tema yang umum yang selalu di sajikan dalam setiappelajaran bahasa, apapun bahasanya. Pertama, kami di minta untuk berlatih mengucapkanOhayo Gozaimasu. Kemudian kami diminta melafalkan beberapa kata yang lazim di ucapkan ketika berkenalan ataubertemu dengan orang untuk pertama kalinya. beberapa kalimat tanya dasar jugakami pelajari, seperti menanyakan nama seseorang1, pekerjaan2,alamatdi Jepang3 dan Negara asal4, yang semuanya itu akan kamigunakan saat memperkenalkan diri kami nantinya. Sebagai evaluasi awal, Kannosensee meminta kami memperkenalkan diri secara lengkap.

“Hajimemashite, Watashi wa Kurni desu, Indonesia kara kimashita,Indonesia no Makassar kara kimashita, Indonesia no Hasanuddin Daigaku nogakusee desu. Nihon no Ehime daigaku no ryugakusee desu, watashi noshidoo-kyooin wa Osozawa sensee desu, Douzo yoroshiku onegaishimasu”5

Sesipertama kelas bahasa jepang kami berlangsung sampai pukul 10.30 pagi. Sesikedua akan dimulai tepat pukul 11.00, setelah break selama 30 menit.

Sesi kedua, dimulai denganevaluasi materi kami di sesi pertama selama beberapa menit. Selanjutnya Kannosensee meminta beberapa orang Nihon jin (orang Jepang) untuk duduk bersamakami. Mereka adalah J.Support. orang-orang Jepang yang bertugas membantu kamimempelajari bahasa Jepang. kebanyakan dari mereka adalah ibu rumah tangga,beberapa mahasiswa Jepang dan ada Ozaki san juga, orang yang membantu kamipindahan dari Matsuyama Youth Hostel ke apato kami masing-masing beberapa hariyang lalu.

J.Support di mejaku adalahseorang ibu bernama Aono Teruno san, aku panggil saja Aono san. Dia memintakami memperkenalkan diri kepadanya menggunakan kata-kata yang sudah kamihafalkan tadi. Seperti itu seterusnya sampai dia menganggap kami sudah cukupmahir untuk memperkenalkan diri kami dalam bahasa Jepang. dengan systempengajaran yang seperti ini, kami jadi lebih gampang mempelajari dan memahami materiyang di berikan. Dua jempol untuk system yang mereka terapkan pada kami.Hasilnya???? System yang jempolan dan murid-murid yang cerdas membuat Kannosensee menghadiahi kami senyum termanisnya heheheh.

12 teng, tak kurang dan taklebih, kelas bahasa Jepang kami yang pertama pun berakhir. Waktunya ishoma.Kami punya waktu sejam untuk sholat dan makan siang sebelum kelas Budaya Jepangkami dimulai. Kuputuskan untuk makan siang di kantin saja hari ini. Sebenarnyakarena memang tidak ada pilihan lain. Aku belum sempat belanja bahan-bahanmakanan yang bisa ku olah menjadi bekal makan siang, lagian aku juga belumpunya lunch box, rencananya sore ini sehabis pulang dari  kampus aku mau singgah di Hyaku En Shop untukbeli lunch box. Kantin, seperti biasanya selalu full saat makan siang. Menuyang ku pilih hampir sama dengan menu yang kemarin aku makan, ambil amannyasaja deh selama aku bisa.

Toilet, mungkin akan menjadisatu-satunya tempatku wudhu selama di kampus. Sholat ku tunaikan di ruangsantai di ujung koridor. Ruangannya nyaman dengan karpet lembut yangmelapisinya. Adabeberapa pasang sofa yang nyaman. Pasti asyik menghabiskan waktu di ruanganini, sambil on line dengan sekotak coklat hangat plus sepotong cake keju…hmmmm yummi,what a perfect day heheh..

SEPEDA…..!!!!! Ruth Senseemembuat kami bersorak gembira di dalam kelas dengan berita yang beliau bawa.Hari ini kami akan dibagikan sepeda, yang seharusnya di bagikan kemarin. Karenahari ini tidak hujan maka kami bisa membawa pulang sepeda kami masing-masing.hwaaaa……. senang sekali rasanya bisa segera punya sepeda. Otakku secaraotomatis langsung menyusun rencana-rencana untuk mengeksplorasi Matsuyama dengan sepedakunanti hehehehe…..

Pembagian sepeda dilakukan didepan Rektorat Ehime University.saat kami tiba di sana,23 buah sepeda dengan merk dan type yang sama sudah berbaris rapi, siap untukkami bawa pulang. Pihak Universitas menyewakan sepeda selama 2 bulan kami disini untuk memudahkan aktifitas kami di sini. Sekaligus untuk menghemat pengeluarankami, karena dengan bersepeda kami bisa kemana-mana dengan mudah dan gratis,selama tempat yang kami tuju masih berada dalam jangkauan kemampuan kayuh kami.Bisa bersepeda adalah modal yang besar selama kita tinggal di Jepang. biayatransportasi di sini cukup mahal. Dan seperti yang sudah ku ceritakansebelumnya, jarak sangat berpengaruh terhadap tarif transportasi di sini. Semakinjauh semakin mahal. So, sepeda akan membuat segalanya lebih mudah dan murah.

Setiap kami di minta memilihsendiri sepeda yang diinginkan. Ada dua warnayang di sediakan, merah dan putih, benar-benar mewakili Indonesia danJepang. Meski berbeda, namun sadar atau tidak warna bendera Indonesia dan Jepanghanya merah dan putih. Sang Saka Merah Putih dan Hinomaru (bendera MatahariTerbit). Mungkin ini adalah suatu kesengajaan, atau sepeda jenis ini hanya diproduksi dalam dua warna???entahlah, yang pasti aku memilih warnafavoritku..Merah.

Miyata SJ-Cross 26, demikinmerek sepeda kami. Kerangka sepedanya didesain sedemikian rupa sehinggamemudahkan bagi kami, para cewek-cewek yang menggunakan rok untukmenggunakannya karena Kerangkanya tidak terpasang lurus namun sedikit miring.Sadelnya berwarna coklat dengan tulisan “Miyata” di samping depan. Ada keranjang tempat menaruhbarang-barang di bagian depan, terbuat dari besi warna putih. Pegangan tanganpada setir sepeda berwarna senada dengan sadel sepeda. Pengontrol rem belakangdan bel terdapat di pegangan sebelah kiri. Sedangkan pengatur kecepatan danpengontrol rem depan di sebelah kanan. Ada7 tingkatan kecepatan yang bisa di gunakan. Lampu terpasang di sebelah kanan,menempel dekat dengan ban depan. Aku tidak melihat tombol atau tuas yang bisadi gunakan untuk menyalakan lampunya, lalu bagaimana cara menyalakan lampunyayah????aku akan tanyakan pada teman-temanku.

Setiap sepeda memiliki nomorsendiri, yah seperti plat nomor kendaraan. Tapi yang ini plat nomor sepedahehehehe.Tertulis pada penutup ban belakang sepeda. Plat nomor sepeda kamiterdiri dari 2 karakter. Karakter pertama huruf dan yang kedua angka. Gendasan, staff Kokusee renkee ka mencatat setiap nomor sepeda kami sesuai denganpemiliknya, agar setiap sepeda jelas pertanggung jawabannya. Plat nomor sepedaku adalah D9.

Meski Jepang adalah salah satuNegara teraman di dunia, tapi Ruth sensee mengingatkan kami untuk selalumengunci sepeda kami, karena kadang pencurian pun terjadi. Apalagi pencuriansepeda. Adalah tanggung jawab kami untuk memastikan bahwa sepeda ini akanbaik-baik saja sampai saatnya nanti kami kembalikan. Jika sepedanya hilang,kami harus menggantinya hehehehe….Kata Ruth Sensee, jika ada masalah, sepedarusak, ban bocor dan masalah lainnya, kami bisa menghubungi Ozaki san. Diamemang tempatnya mahasiswa internasional meminta tolong.

Berpikir bahwa Jepang adalahraksasa teknologi di dunia, maka aku menganggap bahwa mungkin juga kuncisepedaku pake teknologi canggih, pake remote mungkin atau pake kunci digitaldengan password tertentu????ternyata, untuk sepeda teknologi seperti itu tidakberlaku heheheh..kunci sepedaku adalah sebuah kunci konvensional yang di bukadengan manual. Berbentuk seperti kalung dengan deretan angka-angka yangberfungsi sebagai password untuk membuka dan mengunci sepeda. Kita hanya harusmenderetkan sejumlah angka-angka yang telah di tentukan sebagai password sepedakita ke dalam satu garis lurus untuk membuka kunci sepeda kita. Passwordsepedaku???rahasia donk heheheh….Hanya aku, Allah dan Genda san yang tahuhehehehe…

Oso sense meminta kami untukmencoba sepeda yang kami pilih, untuk memastikan semuanya berada dalam kondisiyang prima. Khusus untuk aku dan diah, sense ingin melihat apakah kami bisamenggunakan sepeda dengan baik meski menggunakan rok??? Dan sense hanya bisatercengang sendiri melihat kami berdua bisa mengendarai sepeda kami dengannyaman tanpa terganggu dengan rok yang kami gunakan heheheh….sense terlaluunder estimate neh sama kami berdua.

Pembagian sepeda beres, namunRuth sensee masih ingin memberi kami informasi tentang aturan bersepeda di Matsuyama. agar kamitidak lupa, Ruth sensee membagikan selebaran tentang aturan-aturan menggunakansepeda di kotaini..English Version dan di lengkapi dengan gambar ilustrasi yang jelas jadidapat kami pahami dengan baik.

So, here’s the rules. Menurutaturan lalu lintas di Jepang, sepeda adalah alat transportasi mini. Sehinggapada prinsipnya, pengguna sepeda harus menggunakan sepeda di jalan raya di manajalan utama dan trotoar terpisah. Jika menggunakan sepeda di jalan raya,pengguna sepeda harus tetap berada di sebelah kiri. Jika terpaksa menggunakanjalur pejalan kaki, maka pengguna sepeda harus pelan-pelan sehingga mereka bisaberhenti secepatnya jika bertemu dengan pejalan kaki, bahkan harus berhentikalau mereka menghalangi pejalan kaki. Oh ya, di Jepang, pejalan kaki adalahorang nomor satu di jalanan. Mau truk sebesar apapun yang lewat, pejalan kakitetap harus di nomor satukan. Hebat yah, serasa jadi penguasa jalanan. DiIndonesia??? I don’t have to explain to you hehehehe… pengguna sepeda harusmemperhatikan aturan-aturan keselamatan di jalan. Misalnya, jangan menggunakansepeda ketika mabuk, di larang berboncengan kecuali membawa anak di bawah umur6 tahun, itupun harus dengan fasilitas khusus, misalnya tempat duduk khususuntuk anak2 di bagian belakang dan si anak harus menggunakan helm. Boncenganyang ada di sepeda hanya boleh di peruntukkan untuk barang. Dalam hal ini, akubaru menyadari bahwa sepedaku ternyata tidak punya boncengan heheheh. Trus neh,di larang menggunakan sepeda secara bersisian, misalnya ketemu teman di jalanterus pake sepeda sejajar karena mau ngobrol dan lain-lain, kecuali padajalur-jalur yang memperbolehkan hal tersebut. Untuk itu akan ada tanda-tandatertentu. Sepeda harus punya lampu dan harus di nyalakan selama di jalan-jalanyang gelap untuk menghindari kecelakaan misalnya nabrak pejalan kaki ataupengguna sepeda lainnya. Nah yang lebih penting neh, pengguna sepeda haruspatuh pada aturan lampu lalu lintas. Stop ketika lampu merah dan baru jalanketika lampu menyala hijau. Tanda lampu lalu lintas untuk pengguna sepeda danpejalan kaki pada umumnya sama. Terus harus pelan-pelan ketika memasuki jalanyang lebih lebar dan besar, sambil lihat kiri kanan apa ada kendaraan lain ataupengguna sepeda lainnya yang melintas atau tidak. Sangat di anjurkan untuktidak menggunakan telpon seluler saat bersepeda, juga tidak menggunakan payungsambil pake sepeda. Dengan banyaknya aturan yang ada, mengindikasikan bahwasepeda memang salah satu alat transportasi paling penting di Jepang.

Ada aturan, maka akan ada sanksi juga jikamelanggarnya. Sanksinya pun tidak tanggung-tanggung. Tanpa kondisi yang diperbolehkan dan menggunakan sepeda di trotoar, maka akan di kenakan sanksi 3bulan penjara atau denda sebesar 50 ribu yen!!! Demikian juga jika tidak menggunakanjalur sebelah kiri ketika berada di jalan raya, dan melanggar lampu lalulintas. Sedangkan jika menggunakan jalur pejalan kaki tanpa kondisi yang diperbolehkan, berboncengan dan bersepeda side by side, kita akan kena denda 20ribu yen. Tidak menyalakan lampu di jalan-jalan yang gelap saja bisa kena dendasebesar 50 ribu yen saudara-saudara…5 juta hanya karena tidak menyalakan lampusepeda????tapi itu belum seberapa. Sanksi paling berat di kenakan ketikamengendarai sepeda dalam keadaan mabuk, hukumannya bisa sampe 5 tahun penjaraatau denda sebesar 1 juta yen!!!!Well…ada yang mau cobamelanggar???hehehehe…bisa sengsara neh kalau melanggar, uang beasiswa hanyahabis untuk bayar denda, atau paling apes di deportasi ke Indonesiahehehehe….

Setelah penjelasan tentangaturan bersepeda, Ruth sense meminta kami menyimpan dulu sepeda kami di tempatparkir depan rektorat kampus. Beliau akan mengajak kami Tour D’Campus dulusebentar. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya. Kampus Johoku adalahkampus utama Ehime University. di kampusutama ini ada 4 fakultas yang bermarkas. Fakultas teknik, gedungnya dekatdengan pintu gerbang barat. Gedung utamanya keren, modern dan terkesanfuturistic.  Fakultas pendidikan,Fakultas Hukum dan Sastra masih berada dalam kompleks utama kampus Johoku.Sedangkan Fakultas Science berada di seberang jalan kampus utama, satu gedungdengan beberapa pusat riset seperti CMES (Centre for Marine EnviromentalStudies) dan Research Centre for Space and Cosmic Evolution. Karena kampusutama, maka semua proses administrasi yang berkaitan dengan pihak Ehime Universitydi pusatkan di kampus Johoku. Demikian pula dengan perpustakaan utama yangterletak tepat di depan gedung AIDAI MUSE. Sedangkan di AIDAI MUSE sendiriterdapat beberapa bagian atau divisi, mislanya Kokusee renkee ka atau Institutefor International Relations, institute yang menjadi “pengasuh” kami selamamengenyam pendidikan singkat di Ehime University. Direktur Kokusee Renkee Ka yaProf. Dr. Katsuya Osozawa, sensee kami tercinta. Ehime University Museum pun berlokasi dilantai 1 gedung ini. Kebanyakan institute-institute berlokasi di AIDAI MUSE,seperti Centre for International Education, Center for Disaster ManagementInformatics Research, English Education Centerdan Asia-Africa Center.

Habis Tour D’Campus singkatguide by Ruth sense, kami kembali ke tempat parkir Rektorat untuk menjemputsepeda-sepeda kami. Saatnya test drive sepeda-sepeda kami. Jumlah sepedasebanyak 23 dengan merk dan model yang sama, menciptakan pemandangan yang unikdi jalan-jalan kota Matsuyama ketika kami beranjak pulangmeninggalkan kampus menuju apato kami masing-masing. Serasa konvoi sepedahehehe…

Seharusnya, perjalanan pulangkami yang pertama dengan sepeda hari ini di kawal dengan beberapa orangmahasiswa Indonesia,sebagai penunjuk jalan kami pulang ke apato. Namun, sampai kami pulang, merekatidak datang, jadinya kami pulang sendiri saja. Nyasar sedikit tidak apa-apadeh, sekalian memperkaya referensi jalur-jalur sepeda yang bisa kami gunakan.Plus jalan-jalan keliling kotajuga. Dan hasilnya, aku nyasar heheheheh….bertiga dengan Imman dan onil, kamiiseng mencoba jalur baru, dan ternyata kami nyasar dengan suksesnya. Untungnya,kami bisa menandai Gintengai dan Okaido, dengan berbekal itu kami akhirnya bisabertemu dengan jalur yang tepat. Alhamdulillah selamat sampai di apato.

Belanja ke Banana Kan (Pengucapannyaharus dengan tambahan huruf “g” di belakang huruf N pada kata Kan, menjadi”Kang”, ini adalah salah satu aturan pengucapan dalam bahasa Jepang), agendakuselanjutnya. Aku mau masak untuk makan malam. Letak Banana Kan sangat dekatdengan apato ku, cukup berjalan melewati iTV di dekat apato, belok kiri dankira-kira 100 meter dari belokan berdiri sebuah gedung berwarna kuning khaswarna pisang dengan gambar pisang yang sangat besar. Entah kenapa mini marketini di beri nama Banana Kan, mungkin pemiliknya sangat menyukaipisang???Entahlah, aku pun tidak berminat mencari tahu. Aku hanya berminatmencari beras dan kebutuhan lainnya.

Cukup komplit item yang di jualdi Banana Kan (jikadi terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,artinya adalah kaleng Pisang atau Pisang kaleng kali yah???hehehe), mulai darisembako, ikan, daging, telur, sayuran, buah-buahan, bumbu-bumbu dapur, es krim,juga berbagai macam cemilan-cemilan khas Jepang. Aku memilih-milih beberapasayuran yang cukup familiar di lidahku, kentang dan wortel, harganya???Sekantung kecil harganya 150 yen, beratnya sepertinya tidak cukup sekiloheheheh. Telur satu pack isi 12 butir harganya 168 yen, yah masih masuk akallah heheheh. Bawang Bombay 3 biji seharga 150 yen juga, daun bawangnya besarsekali, seikat harganya 68 yen, di pasar Terong Makassar neh harganya cuma 1000rupiah. Ikan dan seafood lainnya jyga mahal, 3 iris ikan harganya 300-400 yen,kayaknya kali ini saya tidak makan ikan dulu deh heheh.Beras kebetulan di dekatkasir, jadi beras aku ambil terakhir sekalian membayar belanjaanku.Harganya???? Sekarung kecil isi 5 kilo harganya 1.680 yen, sekitar 30 ribuandeh sekilo heheheh…Total belanjaanku 2,450 yen !!!di indonesia dengan uang sebanyak itusaya sudah bisa beli ayam, ikan dan daging sekaligus, tapi di sini???aku hanyabisa membeli telur dan beras, Ah Jepang, betapa mahalnya. Aku Cinta Indonesia dalamkasus ini hehehehe…

Beres belanja, aku kembali keapato, siap-siap untuk maghrib dan memasak makan malam dengan menu telur gorengheheheh…jauh-jauh ke Jepang, sampai di sini makannya telur gorenghehehehe….Fiuhhh…hidupku masih akan lama di sini, semoga saja tidak tiap harisaya harus makan telur goreng ^_^v

 

 

Matsuyama, 2 Februari 2010

 

Kurniati Umrah Nur

 

Feetnotes :

1.       onamaewa nan desu ka?? => nama anda siapa??

2.       Oshigotowa nan desu ka?? => Pekerjaan anda apa??

3.       Nihonno doko desu ka?? => Di Jepang tinggal di mana??

4.       Okuniwa doko desu ka?? => dari Negara mana anda berasal??

Perkenalkan, saya kurnidari Indonesia.di Indonesia saya berasal dari Makassar. DiIndonesia saya mahasiswa dari Universitas Hasanuddin, di Jepang saya adalahmahasiswa internasional Universitas Ehime, supervisor saya adalah Osozawasense, senang berkenalan dengan anda

 

Re-publish from facebook notes

Watashi No Nikki (1 Februari 2010)-Seri tulisan trip ke Jepang

Pagi pertama di bulan Februari. Alhamdulillah bisa sholat subuh tepat waktu, meski setelah sholat aku memutuskan untuk kembali meringkuk di bawah futon yang hangat. Opening Ceremony bersama Rektor Ehime University. Acaranya jam 2 siang. Rencananya, kami dijemput Akito untuk mengantar kami ke kampus. Akito menjemput jam 10.40. jadi masih ada banyak waktu untuk tidur hehehehe…
10.40 tepat, kami di jemput oleh Akito. Gerimis mendekati deras. Akito menyarankan kami membeli payung atau jas hujan. Karena hujan di Jepang itu berbahaya,hujan di Jepang adalah hujan asam. Karena untuk ke kampus kami akan berjalan kaki, maka Akito sekalian mengajak kami untuk membeli payung atau jas hujan di Gintengai, sebuah kawasan Shopping Centre, tepat di depan Takashimaya. Gintengai sebuah kawasan pusat perbelanjaan yang di desain apik dan nyaman bagi pengunjung. Gintengai adalah dua jalur pertokoan yang disatukan oleh satu pedestrian bagi pengunjung yang di buat di antara toko-toko yang berjejer. Dan untuk kenyamanan dan perlindungan dari hujan dan panas matahari, di jalur bagi pengunjung di beri atap permanen berbentuk setengah lingkaran. Nyaman dan menyenangkan berada di Gintengai. Apalagi kawasan Gintengai begitu rapih dan bersih, sehingga pengunjung pun senang dan betah berbelanja di sini. Tampilan-tampilan tokonya pun menarik dan cantik. Ada begitu banyak toko di Gintengai yang menjual beribu-ribu item. Selain toko-toko pakaian, buku, kebutuhan sehari-hari, pernak-pernik lucu, sepatu, dan banyak lagi, warung-warung makanan tradisional Jepang pun ada di Gintengai. Menariknya, contoh-contoh makanan yang tersedia di warung ini di buat menggunakan malam (parafin) dan di buat menyerupai aslinya. Bahkan kita tidak bisa membedakan, apa ini benar-benar makanan atau hanya sample makanan yang terbuat dari lilin??bikin ngiler heheheheh….
Aku dan diah membeli payung yang cantik, aku tentu saja memilih warna merah. Harganya 425 Yen, mahal sekali untuk ukuran sebuah payung.ini akan menjadi payung termahal yang pernah ku beli selama hidupku heheheh.. Menyusuri Gintengai, aku masih merasa seperti mimpi bisa berada di sini. Orang-orang keturunan ras Mongolia ini berseliweran di dekatku, berbicara dengan bahasa mereka yang tidak saya mengerti sama sekali, atau mungkin belum saya mengerti,suatu saat nanti saya pasti bisa mengerti dan berbicara bahasa mereka.
Di Indonesia, kita mengenal Toko Serbu (Serba Sepuluh Ribu), dimana “hampir” semua barang-barang yang dijual harganya sepuluh ribu rupiah. Di seluruh Jepang, tidak terkecuali di Matsuyama pun ada toko semacam itu. Namanya Hyaku en Shop ( Toko Serba 100 Yen), semuanya 100 yen. Di Gintengai dan Okaido ada 3 toko semacam itu. 2 berada di Okaido dan satu berada di Gintengai. Ada ratusan item di jual di Hyaku en Shop, tapi hampir semuanya adalah produk-produk Made in China, pantas saja murah hehehe…
Hyaku en Shop di Okaido adalah tujuan kami. Akito menyarankan kami untuk membeli jas hujan juga, persiapan untuk bersepeda waktu hujan. Kami memang di janjikan akan dibagikan sepeda hari ini dari Institute of International Relation Ehime University, institusi yang mengakomodasi semua keperluan kami dan mengatur semua jadwal kami selama mengikuti program ini. Hyaku en Shop yang kami tuju adalah Hyaku En Shop yang berada di Okaido, karena menurut Aki, Hyaku En Shop ini yang paling lengkap, letaknya berada di ujung Okaido setelah Gintengai dari arah Matsuyama Shieki (Stasiun Bus dan Kereta Api utama).
Hyaku en Shop yang kami tuju adalah sebuah toko kecil berukuran kira-kira 2,5 x 6 meter. Di bagian depan toko berderet rak-rak berisi cemilan, slipper (sandal rumah), tas-tas karton dan plastic yang menarik. Setelah deretan rak-rak tersebut, ada meja kasir yang saat itu di jaga oleh seorang wanita tua, mungkin pemilik toko. Ketika melihat kedatangan kami, wanita tersebut langsung mengucapkan “Irasshaimase” artinya selamat datang. Ramah sekali penjualnya, pikirku. Aku berkeliling sebentar mengamati isi toko Hyaku en tersebut. Isinya bermacam-macam, dari ikat rambut sampai mangkuk untuk makan. Saya jadi ingat pesan kak yuyi dan Agnes sensee sebelum kami berangkat ke sini, bahwa sampai di sana langsung cari Hyaku en Shop, karena hampir semua kebutuhan rumah tangga ada di sana dengan harga yang murah. Puas berkeliling, karena tidak bisa terlalu lama, kami langsung mencari barang tujuan utama kami, jas hujan, lagian kami masih punya banyak waktu untuk mengunjungi toko ini kapanpun kami mau.
Jas hujan sudah kami dapatkan, harganya.. 100 yen, buatan China. Produk China memang membanjiri pasaran dunia, tidak terkecuali Jepang. Setelah membayar pada kasir, kami berlalu di iringi ucapan Arigatou Gozaimashita dari ibu yang menjaga hyaku En Shop tersebut.
Okaido ternyata tidak sepanjang Gintengai. Ujung Okaido langsung berhadapan dengan perempatan jalan utama. jalan utama yang di lintasi jalur trem. Saya belum tahu ke arah mana jalan-jalan tersebut, dan ke arah mana kampus Ehime. Lampu sedang menyala merah untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda. Di sini zebra cross betul-betul digunakan. Orang-orang hanya menyebrang pada zebra cross. Pejalan kaki dan pengguna sepeda memiliki jalur sendiri. Trem dan bus silih berganti melintas di hadapan kami. Berdiri di jalan ini, benar-benar masih seperti mimpi bagiku. Beberapa hari yang lalu kami masih disibukkan dengan segala tetek bengek perjalanan kami ke Jepang, dan sekarang, kami di sini, berdiri di salah satu sudut kota Matsuyama…mungkin tidak akan ada kata yang sesuai untuk menggambarkan bagaimana perasaan kami. Lampu menyala hijau, langkah kaki yang terburu-buru memenuhi jalan, pria-pria berjas dan wanita-wanita super modis nan harajuku style namun bersepeda melintas dengan santainya di dekat kami. Di Indonesia mungkin tidak akan kami dapati pria berjas rapih tapi mengayuh sepeda. Benar-benar membuat kami menggeleng-gelengkan kepala.
Hujan masih betah mengguyur kota Matsuyama, dan kami pun masih betah berjalan kaki menuju kampus. Melewati deretan toko-toko di sepanjang kawasan Jouhoku. Berderet dengan rapih dan menarik, toko-toko yang menjual berbagai macam souvenir khas Jepang, tas, pakaian, makanan bahkan toko perhiasan. Melewati pintu gerbang menuju Matsuyama Castle, ada semeteran jalan kecil namun di lengkapi traffic light. Hal kesekian yang membuat kami kagum. Jalan kecil yang hanya berukuran semeter lebih dan tidak terlalu di padati kendaraan namun dilengkapi dengan traffic light, memperlihatkan begitu pentingnya keamanan orang-orang di jalan-jalan kota ini.
Lampu hijau memberi kami izin untuk melintasi jalan kecil itu, melanjutkan perjalanan kami menuju kampus utama Ehime University, dengan tetap berada di bawah guyuran hujan dan udara dingin yang menggigit. Dan…lampu merah lagi, di perempatan jalan yang jujur saya tidak tahu namanya apa. Kembali kami harus menunggu si hijau mengijinkan kami melintasi jalan di depan kami. sejak dari apartemen, kami sudah melewati 12 lampu merah, mulai dari jalan di dekat apartemen kami sampai di tempat kami berdiri saat itu, entah akan ada berapa lampu merah lagi yang harus kami lalui sebelum sampai di kampus Ehime University. Namun, hal ini justru membuat kami merasa begitu aman dan nyaman berada di jalan-jalan kota ini, kota yang belum cukup seminggu kami kenal. Aku mulai menyukai kota ini.
Melanjutkan petualangan singkat kami menapaki jalan-jalan di Matsuyama, didepan kami jalur trem membelah perempatan jalan, saat itu jalur trem sedang kosong sehingga kami bisa terus menapaki jalan menuju kampus Ehime University. di sebelah kanan kami terdapat sebuah gedung besar yang dari lambang red cross yang terdapat di bagian depan gedung menandakan bahwa gedung tersebut adalah sebuah rumah sakit, kemungkinan besar Matsuyama City Hospital. Kurang lebih 20 meter setelah perempatan, terdapat bus stop, aku tidak bisa membaca rute-rute yang ada, maklumlah kemampuan ku untuk membaca aksara Jepang Hiragana dan Katakana masih sangat minim, ditambah lagi huruf kanji mendominasi informasi yang ada, aku tiba-tiba menjadi seorang yang buta huruf di kota ini.
Menjejakkan kaki di salah satu sudut kota Matsuyama membawa euphoria tersendiri bagiku. Masih begitu segar dalam ingatanku, sarapan pagiku bersama Ososawa sensee di sebuah hotel di kota Makassar. Waktu itu sensee memintaku menemuinya untuk membicarakan proposal yang harus kami susun untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpi kami mengunjungi negeri para samurai ini. Aku bahkan masih ingat menu sarapan pagi yang di pesan sensee waktu itu. Makanan favoritnya, semangkuk Coto Makassar, sedang aku sarapan dengan semangkuk bubur Menado yang sensee pesankan untukku. Sarapan pagi itu terjadi tahun lalu di bulan September. Dan sekarang, kami sudah berada di salah satu kota di Negeri Geisha, menapaki jalan-jalanya, menghirup oksigennya, dan mencoba bertahan dari dingin yang mengigit di penghujung musim dingin..Subhanallah..!!!
Lamunanku membawaku memasuki gerbang utama Ehime University, yang ternyata sudah pernah aku lewati dihari kedua kami di Matsuyama, hari ketika kami mengunjungi Matsuyama Castle sepulang dari welcome party bersama teman-teman mahasiswa Ehime University. Kampus utama atau biasa disebut kampus Jouhoku terletak di kawasan Jouhoku, tepat di depan Matsuyama City Hospital. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 waktu Jepang, artinya butuh satu jam untuk berjalan kaki dari apartemen kami di kawasan metropolis Matsuyama (Metropilis karena berada dekat dengan Iyotetsu Takashimaya, Matsuyama Shieki, Gintengai dan Okaido Shopping Mall heheheh), sudah termasuk waktu yang kami butuhkan untuk membeli jas hujan di Hyaku En shop, juga menit-menit menunggu lampu hijau memberi kami izin untuk melintas.
Melewati gerbang utama kampus Ehime University, berdiri di hadapanku bangunan-bangunan berbentuk kotak berwarna abu-abu muda dan hijau, kontemporer style. Di sebelah kiri terdapat Ehime Study Centre, berdiri setinggi 4 lantai. Tiba di sebuah perempatan kecil, kami belok ke kanan, di samping kiri kami terdapat tempat parkir khusus sepeda…membuatku tidak sabar untuk mendapatkan sepeda yang dijanjikan kepada kami. Sepeda-sepeda diparkir begitu rapih dan teratur, langsung terbayang asyiknya naik sepeda menyusuri semua jalan-jalan yang aku lalui tadi, semoga saja hari ini sepeda yang di janjikan bisa segera kami dapatkan.
Aki san mengajak kami langsung ke kantin untuk makan siang. Jalan sejauh kurang lebih 4 km di bawah guyuran hujan dan suhu yang membuat tulang-tulangku serasa beku, pastinya membuat kami butuh asupan 4 sehat 5 sempurna.
Kantin kampus Ehime University terletak di sebelah timur area kampus Ehime University, bersebelahan langsung dengan koperasi kampus. Di depan kantin juga terdapat area parkir sepeda. Kantin kampus terdiri dari dua lantai. Belum terbayang seperti apa kantin kampus Ehime University. Apa seperti kantin di UNHAS??? Akan aku ketahui sebentar lagi. . Masuk ke kantin, kami berhadapan dengan ruangan yang luas dan nyaman. Karena kami datang tepat pada jam makan siang, maka kantin kampus dijubeli dengan mahasiswa-mahasiswa dengan misi yang sama…mengisi kampung tengah heheheh…
Beda…benar-benar beda. Kantin kampus Ehime University menganut paham “makanan gak datang sendiri, mau makan ya usaha”. Self service, bahasa kerennya. Tiap orang melayani diri sendiri. Di bagian depan disediakan nampan-nampan untuk makanan. Saya mengambil satu nampan dan mulai memilih-milih makanan yang kira-kira cocok di lidah dan juga Insya Allah halal hehehe… Kantin menyediakan berbagai macam makanan,mulai dari makanan pembuka seperti salad, makanan berat misal udon, ikan, udang, daging ayam, sapi dan….babi heheheh, sampai appertise pun ada. Saya pilih yang aman saja. ikan, udang dan tahu. Nasi di sediakan dalam mangkuk-mangkuk berbagai ukuran. Tinggal pilih sesuai kemampuan dan tingkat rasa lapar. Ada L, S dan SS. Aku pilih L untuk Lapar hehehehe…setelah merasa komplit, kami membayar di kasir sekaligus mengambil sendok atau hashi, aku pilih hashi, kan lagi di Jepang, jadi makannya pake sumpit donk hehehe…harga makanannya????lebih dari 300 yen, wah dengan harga segini, di Makassar aku bisa makan 3 porsi ayam lalapan di Lesehan Pak Dani hehehe…
Kantin full, sedikit susah mencari kursi kosong. Akhirnya aku memilih duduk di sebuah meja besar dengan beberapa kursi yang masih kosong. Ada 4 orang mahasiswa Jepang yang juga sedang makan siang. Karena lapar, cuek saja. Ittadakimasu..selamat makan..Bismillah!!!
Sambil makan, aku memperhatikan suasana kantin. Selain mahasiswa, aku juga melihat ada beberapa orang yang kemungkinan besar adalah dosen yang juga menikmati makanan di kantin. Kantin ramai dengan berbagai obrolan. Sepertinya orang Jepang memang senang makan sambil mengobrol. Mungkin karena itu juga, acara makan mereka bisa memakan waktu yang begitu lama. Di tengah keasyikanku menikmati makanan dan suasana kantin, aku baru sadar bahwa aku belum mempunyai minuman sama sekali. Aku kemudian mencari-cari dimana aku bisa mendapatkan air minum. Ternyata di samping kiriku, terdapat mesin sejenis dispenser. Ternyata isinya adalah teh hijau, teh biasa dan air putih. Aku memilih untuk minum ocha (teh hijau). Minuman-minuman disediakan gratis di kantin. Tapi, di bagian lain kantin juga di sediakan mesin penjual minuman untuk mereka yang menginginkan minuman selain yang disediakan gratis di kantin.
Di kantin kampus UNHAS, setiap habis makan, kita cukup membiarkan piring-piring dan gelas bekas makan kita di atas meja. Piring-piring dan gelas tersebut nantinya akan dibereskan oleh pelayan di kantin. Namun tidak begitu adanya di kantin ini. Setiap selesai makan, tiap orang membawa mangkuk-mangkuk dan cangkir bekas makan ke tempat pencucian di bagian lain kantin. Tempat pencucian tersebut terdiri dari ban berjalan untuk meletakkan mangkuk-mangkuk dan cangkir yang akan membawa barang-barang tersebut langsung ke tempat pencucian. Atau bisa juga dengan memasukkannya langsung melalui jendela-jendela kecil di atas ban berjalan. Setiap jendela memiliki gambar yang berbeda-beda. Ada jendela khusus untuk mangkuk nasi, mangkuk sop, piring lauk, sumpit dan garpu juga cangkir teh. Dan setiap orang bertanggung jawab atas alat-alat makan mereka sendiri. Sehingga tidak akan kita dapati ada mangkuk dan cangkir yang berserakan di atas meja. Keren…hanya itu yang bisa ku ucapkan.!!!
Isi nampanku sudah berpindah semua ke dalam perutku. Tegukan terakhir ocha juga mengosongkan cangkir teh ku. Kami kemudian membawa nampan kami ke tempat pencucian yang disediakan. Aki san kemudian mengajak kami kembali ke sebuah gedung. AIDAI MUSE nama gedungnya, sesuai yang tertulis di plat name di depan gedung. Terdengar seperti bahasa Perancis nama gedung ini. Pintu kaca otomatis menyambut langkah kaki kami. Kehangatan menghinggapi kami, memupus sedikit demi sedikit dingin yang bergelayut di badan kami. lobby AIDAI MUSE adalah sebuah ruangan berukuran kira-kira 5×5 meter. Ada beberapa kursi di kedua sisi lobby tersebut. Juga sebuah layar computer yang mungkin berfungsi sebagai pusat informasi bagi civitas akademika Ehime University. Juga sebuah jam yang menyatu dengan sebuah tiang di sisi lain lobby gedung. Lobby terhubung dengan lorong di sebelah kiri dan kanan. Kami menuju ke lorong sebelah kanan, menjumpai sebuah tangga menuju ke lantai 2 gedung tersebut. Anak tangga terakhir membawa kami ke sebuah lorong dengan jendela-jendela di sisi kiri lorong, menyuguhkan pemandangan bagian lain gedung tersebut. Di sebelah kanan terdapat ruangan-ruangan dengan plate name di setiap ruangan. Osozawa Katsuya tercantum di salah satu plate name di salah satu ruangan tersebut. Ternyata, ruangan sensee di gedung ini yah??? Tiba di ujung lorong, kami masuk ke sebuah ruangan yang sudah di huni dengan beberapa orang…teman-temanku dari Indonesia heheheheh….mereka ternyata sudah tiba terlebih dahulu. Beberapa diantaranya bahkan sudah memilki koleksi foto di ruangan ini..Narsis..!!!
Sadar belum menunaikan kewajiban,kencan dengan Allah, aku menanyakan kepada yang lain tempat untuk mengambil air wudhu. Toilet, jawab mereka. Baiklah, sepertinya tidak ada pilihan lain selain toilet yang bisa aku jadikan tempat wudhu. Aku kemudian mencari sebuah toilet. Letaknya sangat dekat dengan ruangan kami berkumpul. Toilet wanita dan pria terpisah. Langkah kakiku memasuki toilet tersebut terdeteksi oleh sensor lampu toilet, yang langsung menyala begitu aku melangkah memasuki toilet tersebut. Aku hanya bisa menghela nafas merasakan semua “keajaiban” teknologi ini. Jepang begitu menyadari, bahwa kita manusia sering melupakan hal-hal kecil seperti mematikan lampu dan listrik. Karenanya mereka menciptakan tekonologi seperti ini untuk mengindari pemakaian listrik yang berlebihan. Aku jadi bertanya-tanya, mungkin di Jepang tidak pernah terjadi pemadaman bergilir yah???
Apa ini???toilet kah???atau kamar rias???ini benar-benar berbeda dengan semua toilet-toilet yang pernah ku temui (di Indonesia). Aku yakin, sepulangnya ke Indonesia, standarku pada sebuah toilet akan berbeda heheheh…ada 6 bilik toilet dengan kloset jongkok otomatis, persis seperti yang ku temui di Kansai International Airport. Merknya pun sama, TOTO. Sebuah merk peralatan kamar mandi yang sangat terkenal. Bahkan di Indonesia. Hanya saja di Indonesia, type yang seperti ini belum sampai. Atau belum terbeli heheheh…toilet juga di lengkapi dengan 3 wastafel untuk mencuci tangan, juga dengan keran otomatis. Plus sebuah cermin besar di depan wastafel. Jangan membayangkan toilet yang bau dan basah. Orang Jepang tidak suka basah. Toilet-toilet di seluruh Jepang mengadopsi toilet European Style. Toilet kering istilahnya. Tidak akan kita temui bak air di setiap toilet orang Jepang. meskipun begitu, di kloset mereka tetap bisa kita temukan air untuk membersihkan diri, yang memencar keluar dari bagian dalam kloset ketika tombol di samping kloset kita pencet. Satu kesyukuran buatku dan kawan-kawan yang lain. Karena kami tidak mungkin hanya menggunakan tissue untuk membersihkan diri setiap kali memenuhi panggilan alam kami. tombol-tombol otomatis yang ada, cukup memudahkan kami untuk mengetahui fungsi dari masing-masing tombol. Karena tombol-tombol yang ada menggunakan 2 bahasa, Jepang dan Inggris, juga gambar yang informative bagi kami.
Bagaimana caranya wudhu??? Akhirnya aku wudhu di wastafel yang ada. Untuk membasuh kaki, aku menaikkan kakiku ke wastafel sambil berharap tidak ada orang Jepang yang masuk dan melihat kelakuanku. Karena mungkin saja mereka akan heran dan bertanya-tanya melihat toilet mereka “diperlakukan” seperti itu. Untungnya sampai aku selesai wudhu, aku menjadi pengguna tunggal toilet tersebut. Dan syukurnya lagi, tersedia handuk untuk mengeringkan air yang ada. Wudhu ku beres..!!!
Tidak akan kami temui satupun mesjid atau mushalla di kota ini. Artinya tidak akan aku dengar adzan berkumandang di kota ini.Termasuk di kampus Ehime University. Sholat pun ku tunaikan di ruangan tempat kami berkumpul. Aku menghela nafas, seperti ini yah rasanya menjadi kaum minoritas di negeri kaisar-kaisar meiji ini.
Sholat sudah ku tunaikan. Kami pun sudah di minta berkumpul di ruangan kelas yang berada di lantai 1, letaknya dekat dengan lobby AIDAI MUSE. Sebentar lagi opening ceremony oleh Rektor Ehime University akan segera di mulai. Oso sensee menanyakan keadaan kami sejauh ini tinggal di Matsuyama dan meminta agar kami menjaga kesehatan dengan baik. Banyak-banyak makan jeruk, harus makan jeruk setiap hari untuk menjaga kondisi tubuh, pesan sensee. Setelah wejangan-wejangan dari beliau, kami pun menuju ke sebuah gedung di bagian depan kampus. Tampaknya gedung rektorat Ehime University. kami menuju ke lantai 2, di sebuah ruangan telah hadir beberapa orang yang sibuk mempersiapkan segala tetek bengek opening ceremony. Sebuah spanduk berwarna putih polos terpampang di depan ruangan. Polos tanpa gambar dan ilustrasi apapun. Cerminan karakter orang Jepang yang to the point, tanpa basa-basi dan efektif. Kalimat yang tertulis pun hanya “Shikoku Agro Complex Study Program”, “Japanese Language/Culture Study Program” dan “Opening Ceremony”. simple kan???
Ruangan opening ceremony di atur layaknya ruang kuliah. Di depan kelas tersedia sebuah podium. Kami kemudian mengambil tempat duduk masing-masing sambil menunggu rektor Ehime University tiba dan membuka acara tersebut. Khusus untuk acara pembukaan ini, kami peserta dari UNHAS menyiapkan pakaian seragam khusus. Warnanya tentu saja merah, mewakili identitas kampus kami, UNHAS sebagai kampus merah. Motifnya adalah motif khas bugis Makassar, motif kain sutra yang sangat klasik. Sengaja kami menyiapkan semua itu untuk memperkenalkan seni dan budaya Bugis Makassar di sini.
Hujan masih setia mengawal hari ketika rektor Ehime University tiba. Sebelumnya, orang yang akan bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup kami selama di Jepang juga sudah tiba. Presiden JASSO, penyedia beasiswa . Tidak perlu menunggu lama, opening ceremony langsung saja di mulai. Ibu Atik, seorang dosen sastra Jepang UGM yang juga ikut dalam program ini mewakili UGM menyampaikan rasa terima kasih untuk kesempatan yang diberikan kepada kami. Setali tiga uang dengan ibu Atik, Ang juga menyampaikan hal yang sama, yang tentu saja di sampaikan dalam bahasa Jepang. meski tidak mengerti sama sekali apa yang mereka ucapkan, tapi pasti dalam kesempatan seperti itu setiap orang pasti menyampaikan terima kasih dan perasaannya bisa mengikuti program tersebut.
Oso sensee sebagai koordinator program merasa senang akhirnya bisa menyelenggarakan program ini dan berharap program ini bisa berjalan dengan baik dan memberi hasil yang maksimal. Kira-kira seperti itu isi sambutan beliau yang di sampaikan dalam bahasa Jepang, yang tentu saja di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh MC yang cihui sekali bahasa Inggrisnya..jarang-jarang ada orang Jepang yang bisa begitu fasih ngomong bahasanya Prince William ini..heheheh…
Rektor Ehime University, Professor Yasunobu Yanagisawa menyambut baik program ini dan berharap program ini bisa lebih mempererat hubungan antara Indonesia-Jepang di masa yang akan datang, kira-kira seperti itulah isi kata sambutan pak rektor yang diterjemahkan (lagi) oleh MCnya.
Tak kenal maka tak sayang. Setiap kami di minta memperkenalkan diri, terserah dalam bahasa apapun yang kami kuasai. Sebelumnya aku sudah berusaha menghapalkan kata-kata yang biasa di ucapkan untuk memperkenalkan diri dalam bahasa Jepang. Watashi wa kurni desu, Hasanuddin daigaku no kara, douzo yoroshiku onegashimasu (Kenalkan, saya kurni dari Universitas Hasanuddin, mohon bantuannya). Saya senang mendengar orang asing bisa berbicara dalam bahasa Indonesia, dan pasti begitu pun bagi mereka. karena itu, sebagai appresiasi terhadap bahasa dan budaya mereka, saya pun berusaha memperkenalkan diri dalam bahasa mereka.
Phinisi sebagai salah satu identitas budaya bahari suku Makassar, kami perkenalkan melalui souvenir yang kami berikan kepada pihak Universitas Ehime dan JASSO sebagai tanda persahabatan dari almamater kami, Universitas Hasanuddin. Miniatur perahu Phinisi yang kami bawa dari Indonesia, saya serahkan kepada Rektor Universitas Ehime mewakili teman-teman dari UNHAS. Souvenir yang sama juga kami berikan kepada presiden JASSO dan Osozawa Sensee.
Tidak boleh ada satu pun momen yang terlewatkan tanpa dokumentasi yang baik. Begitupun opening ceremony hari ini. Sehingga bisa di pastikan ketika opening ceremony telah selesai, belasan kamera mengabadikan gambar-gambar kami bersama rektor Ehime University, Osozawa Sensee, Ruth Sensee dan staff Institute of International Relations Ehime University.
Matsuyama masih terguyur hujan ketika jam menunjukkan pukul 2. 45 siang menjelang sore. Kami kembali ke gedung AIDAI MUSE untuk beberapa pengarahan mengenai jadwal kegiatan kami selama di sini. Ruangan kelas di lantai 1 AIDAI MUSE menjadi begitu crowded dengan keberadaan kami di sana. Kadar kenarsisan semua orang sepertinya meningkat tajam sejak tiba di Jepang. kamera-kamera kami tidak pernah berhenti membidik dan mengabadikan momen-momen yang ada. dari ekspresi yang paling manis sampai yang paling gokil. Semuanya, terekam dengan baik di memori kamera dan otak kami. Tak akan ada sedetik pun dari waktu yang kami lewati di sini akan terlupakan oleh kami.
Asuransi, merupakan keharusan bagi kami sebagai jaminan keselamatan dan kemananan selama menghuni Negeri matahari terbit ini. Kami di minta untuk mengisi formulir asuransi dan membayar biaya jaminan asuransi sebesar 2000 yen. Asuransi penting bagi kami. bukannya berharap akan terjadi sesuatu, tapi kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok. Kami akan mengunjungi begitu banyak tempat selama kami di sini, dan asuransi akan menjamin kami akan berada dalam tanggung jawab pemerintah Jepang selama kami berada di sini.
Asuransi beres, proses selanjutnya akan menjadi urusan pihak Institute of International Relations. Selanjutnya, kami dibagikan jadwal kegiatan selama 2 bulan program ini. Cukup padat namun pastinya akan menyenangkan. 3 minggu pertama kami di sini akan diisi dengan kelas bahasa Jepang dan Japanese Culture. Khusus untuk Japanese Culture, Ruth Sensee akan menjadi sensee kami satu-satunya. Dan di akhir program kelas bahasa Jepang kami akan ada final test layaknya kuliah. Kelas bahasa Jepang dibagi menjadi 2 kelas, kelas A dan kelas B. Peserta kelas A adalah teman-teman dari jurusan non sastra Jepang, sedangkan teman-teman dari Jurusan sastra Jepang akan menempati kelas B. hal ini dilakukan karena perbedaan kemampuan bahasa Jepang di antara kami. teman-teman dari sastra Jepang yang kemampuannya jauh di atas kami tentu saja akan menerima materi kelas dengan level yang berbeda dengan kami.
Welcome party, kunjungan ke beberapa perusahaan,kunjungan ke sekolah dan laboratorium universitas akan mengisi hari-hari kami di satu bulan pertama program ini, selain kelas bahasa Jepang dan Japanese culture. Bulan ke dua akan kami lewati dengan melanjutkan kunjungan ke beberapa perusahaan, homestay dan magang di beberapa tempat di luar kota, beberapa kuliah dan kelas khusus serta Sehari Bersama Indonesia. Seiyo City, Kihoku Town dan Kochi University akan menjadi tujuan utama kami di bulan maret nanti. Final presentation dan closing ceremony akan menjadi penutup kegiatan kami di bulan Maret. Tapi, tidak hanya itu. April akan kami isi dengan jalan-jalan ke beberapa kota di pulau utama Honshu sebelum meninggalkan Jepangs. Di jadwal tertulis kota Oshima, Hiroshima, Nara dan kota paling indah di Jepang….Kyoto!!!!
Meski tidak sederas sebelumnya, namun hujan masih meninggalkan jejak-jejak gerimis di kota Matsuyama saat kami beranjak meninggalkan AIDAI MUSE menuju apato kami masing-masing. temperature sore ini benar-benar ekstrem, di tambah lagi dengan hujan yang mengguyur. Dengan langkah terburu-buru kami menapaki jalan yang kami lewati siang tadi, berlomba dengan suhu dingin yang semakin mengigit.
“Kuatlah kurni, suhu dingin ini bukan apa-apa jika di bandingkan dengan kesempatan yang Allah berikan kepadamu, dengan semua pengalaman dan ilmu yang akan kamu peroleh di sini, tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti dirimu, tidak semua orang bisa merasakan dingin yang membekukan seperti ini, jadi nikmatilah”..kataku pada diriku sendiri.
Ganbatte Kudasai….!!!!
Hyaku En Shop

Hyaku En Shop

Jasso Students and  All Sensee

Jasso Students and All Sensee

 

 

Re-publish from facebook notes

Watashi No Nikki (31 Januari 2010)-Seri tulisan trip ke Jepang

Tanpa adzan, sholat subuh menjadi mendekati sholat dhuha , semoga tidak keseringan atau ini jadi yang pertama dan terakhir kalinya. Pagi terakhir kami di Matsuyama Youth Hostel. Pagi ini kami akan pindah ke apartemen masing-masing seperti yang telah di tentukan kemarin. Apartemen ku berada di daerah Takewara, berjarak 3 km dari kampus utama Ehime University, yaitu kampus Johoku. Ehime University memiliki 3 kampus, yaitu kampus Johoku sebagai kampus utama, terdapat fakultas MIPA, Teknik, Ehime University Museum, dan tentu saja rektorat Ehime University.kampus Nogokubu atau Tarumi kampus, merupakan base untuk fakultas perikanan dan pertanian di Ehime University. dan Shigenobu kampus adalah tempat bagi calon dokter dan apoteker belajar. Apartemenku adalah apartemen paling jauh dari semua apartemen yang kami tempati. Tapi tidak apa-apa, semakin jauh berarti saya akan melihat semakin banyak hal..
pukul 8 pagi, setelah sarapan pagi kami yang terakhir di Hostel, kami mengemasi barang-barang kami dan menaikkannya ke atas mobil pick up untuk di bawa ke apartemen-apartemen yang ada. Apartemen kami di beri nama apartemen A,B,C,D dan E. Aku, diah, indah, Ab, Ang dan Immanuel berada dalam satu apartemen, dibagi ke dalam 2 kamar yang terpisah tentunya antara cowok dan cewek. Karena Apato (Apartemen dalam istilah orang Jepang, istilah ini akan ku gunakan untuk merujuk pada hal yang sama) Apatoku adalah apato C, dan karena jaraknya dekat dengan apato D,maka barang-barang kami di naikkan dalam satu mobil yang sama. Sebelum berangkat ke apato, ku sempatkan memberi ole-ole kepada sukarelawan yang bekerja melayani kami selama di Hostel. Mereka yang menyediakan sarapan dan makan malam kami, dengan status tanpa gaji. Ku berikan sebungkus kacang disco khas makassar yang ku bawa dari Indonesia kepada mereka. Indonesia no omiyage desu (ini ole-ole dari Indonesia), ku coba menggunakan bahasa mereka sebagai tanda terima kasih dan penghargaan terhadap mereka.
Semua barang sudah siap, begitupun personel apato ku, aku di tunjuk menjadi koordinator apatoku untuk kamar cewek, dan Ab koordinator untuk kamar cowok, jadi kami harus memastikan semua barang kami sudah siap dan tinggal di angkut ke apato kami. setiap apato memiliki penanggung jawab atau volunteer untuk membantu kami. volunteernya adalah mahasiswa jepang yang aktif pada kegiatan-kegiatan pada International Relationship Institute Ehime University. banyak di antara mereka adalah alumni sailing practise di Makassar. Jadi keakraban memang sudah terjalin lebih lama. Akito Yanai dan Rikako Yamashita, adalah volunteer untuk apatoku. Aki dan Rikako adalah alumni Sailing Practise angkatan ke 2 (2007). Sewaktu mereka mengunjungi Makassar 2007 lalu, aku sedang berada di Lombok untuk penelitianku, jadi tidak sempat bertemu dengan mereka. Tapi, Rikako kemudian ikut kembali pada program yang sama tahun 2008 lalu, di mana aku menjadi panitia kegiatan dan mendampingi mereka berlayar di Kepulauan Spermonde di Makassar.
Akito menjadi sopir kami untuk sementara. Menggunakan mobilnya, dia mengantar ke apato kami. Hujan membuat udara semakin dingin di penghujung musim dingin ini. Meskipun di dalam mobil ada penghangat, namun udara dingin dari luar masih sanggup membuat kakiku beku.
Hujan, jalan yang cukup jauh dan berbelit-belit. Aku tidak sempat menghapalkan jalan ke apato kami. Aki mengikuti mobil pick up yang membawa koper-koper kami. menurut pak Atus, apato kami adalah yang terjauh, jauh dari keramaian dan jauh dari kampus…heheheheh…kasian. Tapi tak apalah, pasti ada hikmahnya (sok menghibur diri). Tapi dekat dengan Matsuyama Airport (jadi kalau mau ke Osaka pake pesawat cukup dekat dari apato heheheh).
Tiba di sebuah gedung berlantai 7, mobil berhenti. Ternyata Rikako sudah menunggu di depan apato.Yup…kami sudah tiba di apato kami. “Rumah” yang akan kami tempati selama 2 bulan lebih di Matsuyama. Karena lahan yang terbatas dan penduduk yang butuh rumah sangat banyak, maka Jepang menyiasatinya dengan membangun apartemen-apartemen yang bertingkat-tingkat sebagai tempat tinggal. Salah satunya yah yang akan kami tempati ini. Biasanya di sewakan per bulan dengan tarif yang fantastis, tapi untuk kegiatan ini pengelolanya bersedia memberikan tarif yang bersahabat, bukan tarif umum yang biasa di berlakukan.
Kamar ku berada di lantai 2 kamar 206, letaknya paling ujung. Aku membuka pintu apato dan…..sebuah ruangan berukuran 2,5 meter x 8 meter. Kecil????yah…kecil untuk ukuran 3 orang yang akan tinggal di dalamnya hehehehe….ruangan terbagi 2 bagian. Bagian depan adalah dapur yang sudah di lengkapi dengan kompior gas dengan unlimit gas, wastafel untuk cuci piring dengan space untuk memasak atau memotong-motong sayuran dan lain-lainnya di sampingnya, berdekatan dengan kompor gas. Kulkas 2 pintu dengan microwave di atasnya. Pemanas air elektronik dan rice cooker yang berada tepat di atas sebuah lemari kayu kecil berpintu kaca geser khas jepang sebagai tempat piring dan kelak bahan-bahan makanan lainnya. Lemari berada tepat di samping pintu geser khas jepang yang menghubungkan sekaligus memisahkan dapur dengan kamar tidur. Kamar mandi berisi kloset dan bathtub berada di ruangan depan di sisi yang berseberangan dengan kompor gas dan wastafel.
Kamar tidur, berisi satu buah ranjang ukuran satu orang, sebuah televisi flat Sony Wega ukuran 14 inch yang di letakkan di atas sebuah lemari kecil dengan tiga rak yang bisa di gunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang. Menempel di dinding tepat di samping pintu geser, sebuah lemari 2 pintu, di dalamnya terdapat 2 futon (kasur dan selimut ala Jepang). Sebuah meja belajar berada di sebelah kanan, di samping sebuah rak kayu bersusun 3. Jendela di sebelah kanan menyuguhkan pemandangan jalan di samping apato, juga sebuah gedung berwarna biru muda yang ternyata adalah sebuah stasiun TV bernama ITV. Mesin cuci satu tabung (cuci, bilas dan semi kering) berada di balkon yang terhubung melalui sebuah pintu kaca geser. Lantai apato terbuat dari beton yang di lapisi kayu.
Kesan pertama, cukup menyenangkan. Fasilitasnya lengkap. Alat masak pun tersedia meski tidak begitu lengkap, paling tidak ada yang bisa kami gunakan untuk memasak. Karena untuk membeli makanan di luar bisa menguras habis kantong kami. sekali makan bisa mencapai 500 yen, itu senilai 50 ribu rupiah. Kalau sudah seperti ini, memang lebih enak di negeri sendiri. Lagian, tidak semua makanan di luar sana halal untuk kami konsumsi. Kami harus berhati-hati membeli makanan. Bahkan untuk membeli daging sapi dan ayam pun tidak memungkinkan. Solusinya adalah sea food dan telur jadi pilihan utama kami.
Jika di Makassar H-2 dan H-1 sebelum keberangkatan ke Jepang, kami di sibukkan dengan jadwal pelepasan dan pembekalan dari Konsulat Jenderal Jepang di Makassar dan pihak Universitas Hasanuddin, maka di Matsuyama, kami di sibukkan dengan Welcome Party. Jika kemarin kami makan siang dengan mahasiswa-mahasiswa Jepang di Ehime Daigaku (Universitas Ehime), maka hari ini kami di undang untuk menghadiri acara pengajian bulanan PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) cabang Ehime. Pengajian yang seharusnya di lakukan setiap tanggal 21 tiap bulannya, di tunda waktunya sampai kami tiba di Jepang, sekaligus sebagai ajang silaturahmi dan memperkenalkan kami kepada semua mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi lanjut di Ehime University.. jadi merasa penting sekali hehehehe…
Maka, setelah membereskan barang-barang kami ala kadarnya, jam 10 mendekati jam 11 (kami sudah terlambat untuk acara pengajiannya, Indonesia..belum bisa menyesuaikan diri). Karena kami sudah tidak bisa mendapatkan bus lagi ke Tarumi kampus (bus di sini punya jadwal tetap, jadi jika tidak ingin ketinggalan bus, be on time), kami akhirnya naik taksi. Rikako yang seharusnya menemani kami, tidak bisa ikut bersama kami dengan taksi karena masih harus menunggu teman-teman cowok di kamar 402 yang belum berangkat, takutnya mereka tidak tahu tempatnya dan nyasar (terus kami???kami juga tidak tahu tempatnya Rikako san???). Rikako menelpon taksi dan “menitipkan” kami pada sopir taksinya untuk mengantarkan kami ke Tarumi kampus (semoga saja kami tidak hilang di hari ke 3 kami di Matsuyama). Sopir taksinya seorang bapak-bapak berumur sekitar 50an mendekati 60 tahun. Kami mencoba mengajaknya bicara dengan bahasa Inggris, tapi ternyata beliau tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali. Kebanyakan orang Jepang memang hanya mengenal bahasa mereka sendiri, dan sangat sedikit yang bisa berbicara bahasa lain seperti bahasa Inggris, kalaupun ada, pronounciationnya pasti sangat berbeda, dan terkadang (maaf) lebih hancur daripada orang Indonesia. Mereka memang tidak begitu bagus dalam speaking bahasa Inggris, tapi untuk menulis karya-karya ilmiah dalam bahasa Inggris, mereka layak mendapat acungan jempol. Karena itu, tulisan-tulisan hasil penelitian peneliti-peneliti Jepang banyak yang bisa terpublikasi di jurnal-jurnal ilmiah internasional, meski mungkin penelitinya sendiri tidak bisa berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik. Kepala kantor konsulat Jepang di Makassar, sewaktu acara pembekalan dan “kuliah umum” tentang Jepang di kantor perwakilan Konsulat Jepang di Makassar, Drs. Noburo (jangan heran melihat gelarnya, gelar S1nya memang di dapatkan di Indonesia, di Fakultas Ilmu Sosial Politik Jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia angkatan 1983), mengatakan bahwa sebenarnya pada dasarnya orang Indonesia memiliki kemampuan untuk bisa menguasai bahasa asing yang lebih baik daripada orang Jepang. Karena sejak kecil, kita telah terbiasa menggunakan bahasa yang lain selain bahasa nasional kita, bahasa Indonesia. Dari 33 propinsi di Indonesia, ada ratusan bahkan ribuan bahasa daerah yang di kuasai oleh penduduk lokalnya. Artinya, jika kita berusaha, kita pasti bisa menguasai bahasa asing manapun. Al-Quran yang menggunakan bahasa arab bisa kita baca, meskipun baru sebatas di baca saja. Tapi, sekali lagi kata pak Noburo, coba tanyakan pada orang Jepang, sejak kecil apa mereka mengenal bahasa lain selain bahasa Jepang???mereka pasti menjawab tidak, karena seluruh Jepang memang hanya menggunakan satu bahasa sejak dulu, yaitu bahasa Jepang. Karena itu, susah bagi mereka untuk bisa menguasai bahasa lain di luar dari bahasa mereka sendiri. Mungkin, karena itu juga maka Jepang mengharuskan semua orang yang akan bekerja maupun belajar di Jepang, harus menguasai bahasa Jepang, meskipun sebatas dasar-dasar bahasa Jepang atau bahasa sehari-hari, karena mereka akan kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang luar jika orang tersebut tidak bisa berbahasa Jepang dengan baik, karena mereka tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik pula.
Kembali ke taksi, perjalanan jadi sedikit tidak menyenangkan karena hujan, dingin dan beku. Rute yang kami lalui pun kurang menarik, terkesan berada di pinggir kota. Saya belum mengenal tempat ini jadi tidak tahu nama areanya apa, ingin menanyakan pada sopir taksinya, bahasa Jepangku sampai sekarang baru bisa mengucapkan ohayo gozaimasu, ogenki desu ka, konbanwa, konnichiwa dan sayonara hehehe… Ada sedikit rasa takut nyasar, tapi kami percaya bapak sopirnya pasti bisa mengantarkan kami sampai ke tujuan kami sebenarnya. Kurang dari 20 menit, kami sudah tiba di gerbang utama kampus Nogakubu. Tarif taksinya 1.350 yen (rupiahkan saja dengan kurs 1 yen = 100 rupiah..mahal hehehe). Turun dari taksi, kebingungan melanda. Kami pun baru sadar…kami tidak tahu tempatnya di mana…!!!!!kami hanya tahu bahwa acaranya di kampus Nogakubu, tapi di gedung mana kami sama sekali tidak tahu…!!!!
Berbekal bahasa universal…bahasa Tarzan heheheh…kami bertanya pada satpam kampus yang berada di pos piketnya yang cukup besar untuk ukuran pos jaga. Dia sepertinya tahu tujuan kami sebenarnya kemana, karena itu, sebelum sempat menyambung kalimat “sumimasen” yang kami ucapkan, dia dengan bahasa Jepang dan Tarzan sekaligus memberi tahu kami gedung yang seharusnya kami datangi. Gedungnya berada sekitar 50 meter ke arah kiri dari tempat kami berdiri saat itu.
Arigatou gozaimashita dan senyum manis sebagai ucapan terima kasih kepada satpam kampusnya, kami bergegas ke gedung yang di maksud, selain karena hujan masih cukup lebat, kami pun sudah terlambat sebenarnya. Semoga saja keterlambatan kami bisa di maklumi, karena kami baru pindahan.
Tiba di sebuah gedung, yang ternyata adalah bagian dari fakultas pertanian Universitas Ehime. Kami bergegas ke lantai 2 seperti yang Ruth sensee katakan ketika kami bertemu dengan beliau di halaman depan gedung ini sesaat sebelum masuk ke gedung ini.
Kami di sambut oleh mb Ajeng, dan beberapa mahasiswa Indonesia lainnya yang sedang studi di Ehime University. Belum satupun teman-teman kami yang lain berada di ruangan tersebut, tnyata kami yang pertama datang. Mungkin karena mereka masih sibuk membereskan barang-barang mereka di apato masing-masing…dan mungkin juga karena nyasar!!!!
Sambil menunggu teman-teman yang lain, kami memperkenalkan diri dengan semua orang yang berada di ruangan tersebut. Pak Agus, Pak Syaiful, Mb Ajeng, bu Intan, Pak Rio, dan Bu Seiko. Bila mendengar nama Seiko, semua orang pasti langsung tahu bahwa dia adalah orang Jepang. Tapi bukankah ini acara pengajian????Bila melihat bu Seiko, mungkin beberapa dari kita akan berucap…Subhanallah. Kenapa???karena Bu Seiko seorang muslimah…berjilbab pula. Dan siapa yang telah menjadi perantara turunnya hidayah itu kepada beliau???tidak lain suaminya sendiri, Pak Agus. Dua jempol untuk pak Agus. Konon katanya heheheh….Sewaktu pak Agus masih menempuh pendidikan S2 nya di Ehime, beliau jatuh cinta sama cewek Jepang, dan akhirnya beliau berhasil meyakinkan wanita tersebut untuk menikah dengannya dan memilih Islam sebagai keyakinannya. Sekarang mereka memiliki 2 orang putri yang lucu dan lebih mirip wajah ibunya di banding bapaknya..Subhanallah…
Jam 11 lewat banyak..sudah semakin ramai. Teman-teman sudah datang. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang lain pun hampir semuanya sudah datang, jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di Ehime University berjumlah 15 orang, dengan konsentrasi ilmu teknik, pertanian, kehutanan, perikanan, dan pendidikan. Kebanyakan dari mereka menempuh jenjang S2, beberapa program doktor dan post doktornya.
Ayah Atus sudah tiba, artinya acara akan segera di mulai. Pak Atus adalah ketua PPI Ehime. Beliau menempuh pendidikan S2nya di bidang Kehutanan di Ehime University. Membuka acara, beliau membacakan ayat-ayat suci Al-quran. Pikirnya, pembacaan ayat-ayat sucinya akan bergiliran setiap orang,atau akan ada ceramah keislaman seperti pada pengajian-pengajian di Indonesia. Ternyata…setelah membaca ayat-ayat suci Al-Quran, pak atus malah meminta kami memperkenalkan diri masing-masing. Mungkin karena acara ini lebih ke silaturahmi dan penyambutan buat kami, maka “kesan” bahwa acara ini adalah sebuah pengajian tidak terasa, kecuali bahwa di awal acara ada pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran.
Perkenalan selesai, sedikit penjelasan tentang PPI Ehime dan kegiatan-kegiatannya di berikan pak Atus. infonya cukup penting, apalagi tentang tempat di mana kami bisa membeli daging sapi dan ayam yang halal. Ada sebuah tempat bernama MICC (Moslem International Community Centre) yang menjual daging-daging sapi dan ayam yang di jamin kehalalannya. Yah paling tidak aku tidak akan selamanya makan telur saja. Mau makan ikan terus juga masalah,pada harganya hehehehe…sekali lagi, kalau sudah seperti ini aku masih mencintai Indonesiaku, aku bisa makan ikan sepuasnya dengan harga yang murah…
Waktu makan siang tiba, perut juga sudah meronta-ronta. Makanan-makanan Indonesia yang di bawa oleh orang-orang Indonesianya begitu menggoda. 3 hari di Jepang, lidahku hambar, rindu makanan khas Indonesia. Di setiap acara pengajian bulanan PPI Ehime, bagi yang masih jomblo, hanya membawa kue atau snack-snack. Tapi bagi yang sudah berkeluarga, harus membawa masakan untuk lauk pauk makan siang mereka. Ada gulai kambing, ayam kecap, cap cay, rendang dan banyak lagi. Makan puas pokoknya. Kami juag tidak lupa membawa ole-ole berupa kue dan cemilan-cemilan khas daerah masing-masing. Acara ini sekaligus sebagai ajang melepas kangen pada Indonesia melalui makanannya.
Beberapa mahasiswa Jepang juga ikut datang dan mencicipi masakan-masakan Indonesia. Dan hasilnya…mereka menjadi “Kepiting Rebus”. Muka mereka jadi merah karena kepedisan. Orang-orang Jepang memang tidak tahan pedas, tapi mereka menyangka Gulai kambing itu adalah kare, masakan yang sama yang mereka kenal dan selalu mereka makan hehehe…lucu juga melihat mereka jadi merah seperti itu. Tapi tidak apa-apa, sekali-kali mereka merasakan masakan indonesia, biar lidah mereka kaya akan cita rasa masakan.
Perut kenyang, makanan pun sudah habis. Agenda selanjutnya adalah rapat mengenai SBI (Sehari Bersama Indonesia) yang akan di adakan pada akhir Maret 2010. Acara yang terakhir kali di laksanakan 7 tahun lalu ini akan menampilkan Indonesia dalam ragam seni dan budayanya, juga makanannya. Sebelum berangkat ke Jepang, kami sudah di beritahu untuk menyiapkan minimal satu performance untuk di tampilkan di SBI nanti. Tim UNHAS sudah menyiapkan 3 tarian, Tari Pa’duppa, Tari Toraja dan Gandrang Bulo. Kami pun sudah latihan sebelum berangkat ke Jepang. Kostum pun sudah siap. Untuk makanan, tidak lupa kami membawa bumbu Coto Makassar siap masak.
Rapat selesai, kami pamit untuk segera kembali ke apato. Kami masih harus membereskan barang-barang kami yang masih berantakan ketika kami tinggalkan. Bersama Rikako dan teman-teman lainnya, kami pulang, menggunakan bus yang rutenya melewati depan kampus Nogakubu. Rikako mengatakan bahwa jika ingin pulang ke apato kami di kawasan Takewara dari kampus Nogakbu, kami harus menggunakan bus Iyotetsu No.8 yang akan berhenti di depan Takashimaya, salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Matsuyama. dari Takashimaya, kita “bisa” berjalan kaki ke apato kami. bus datang tepat waktu. Semuanya naik dan karena busnya kosong, jadi kami bisa bebas memilih tempat duduk. Tarif busnya berbeda-beda sesuai dengan jarak. Lebih jauh lebih mahal, jadi tidak ada istilah, jauh dekat Rp. 2.500 seperti di Makassar. Bayar sesuai jarak yang di tempuh. Rikako mengatakan bahwa untuk ke apato kami, tarif busnya 200 yen. Di dalam bus, ada mesin untuk mengganti uang pecahan besar ke pecahan yang lebih kecil. Jadi tidak ada alasan tidak memberi uang pas. Sewaktu naik ke bus pertama kali juga kita harus mengambil tiket pada mesin tiket yang berada di dekat pintu masuk . tiket tersebut akan di gunakan untuk membayar tarif bus. Sekaligus sebagai bukti pembayaran pada sopir yang nantinya akan dia laporkan pada atasannya. Sistem yang hebat. Jadi sopir di tuntut untuk jujur pada perusahaan pengelola transportasi tersebut.
Kurang dari 20 menit, kami sampai pada bus stop di depan Takashimaya. Jika Rikako mengatakan dari bus stop tersebut kami bisa berjalan kaki ke apato, itu artinya apato kami dekat dengan Takashimaya. Dengan Mall terbesar di Matsuyama????wah godaan besar buat kami hehehe..
Turun dari bus, kami berjalan kaki, melewati jalur kereta di Matsuyama Shieki. Menyeberang jalan, melewati Starbucks Coffee dan Lawson (semacam Indomart di Indonesia, ada banyak di Jepang). Menelusuri jalan-jalan di samping kanal yang bersihnya minta ampun, mungkin airnya bisa di gunakan untuk mandi. Tiba di depan Community Centre, belok kiri. Perempatan pertama dari Community Centre, tepat di sudut sebelah kiri, apato kami berdiri. Alhamdulillah sekarang sudah bisa sedikit mengenali daerah sekitar apato kami. yang paling penting, kami sudah tahu di mana letak mall di Matsuyama heheh..
Tiba di apato, kami langsung beres-beres. Pakaian di masukkan ke dalam lemari di dinding. Sensee datang menjenguk, membawa jeruk buat kami. beliau berpesan untuk selalu makan jeruk, untuk menjaga daya tahan tubuh. Sekarang ini adalah puncak musim dingin di Matsuyama, jadi harus pintar-pintar jaga kesehatan, apalagi bagi kita orang tropis yang tidak terbiasa dengan suhu ekstrem seperti ini. Sensee memang baik. Jika bukan karena dia, tidak akan mungkin kami berada di sini sekarang.
Sensee mengajak kami belanja ke supermarket, namanya Banana kan, kami bisa membeli sayuran dan keperluan lainnya di sana. Tapi sensee melihat saya dan diah terlihat lelah, jadinya dia hanya mengajak Indah, sekaligus menunjukkan Banana kan agar lain kali kami bisa berbelanja sendiri di sana.
Indah belanja bersama sensee dan Rikako, aku dan diah tidur. Mungkin karena terlalu capek, aku tidak menyadari kedatangan Indah membawa belanjaan dan kemudian menggoreng ikan bersama Rikako. Hanya ketika mereka hampir selesai makan, aku baru terbangun dan sempat mencicipi ikan gorengnya.
Aku mandi dan sholat maghrib. Karena akses internet kami masih bermasalah, entah kenapa, kami hanya menghabiskan waktu dengan membereskan barang-barang kami. makan malam pertamaku adalah Indomie Coto Makassar. Ada rasa malas untuk memasak, padahal ada banyak bahan makanan yang bisa ku olah menjadi masakan, tapi karena capek, aku hanya memilih yang cepat dan praktis.
Kenyang, atau di paksakan kenyang, aku lalu sholat isya. Selesai sholat, aku memutuskan untuk melanjutkan tidurku sampai esok pagi. Esok ada Opening Ceremony bersama rektor Ehime University.
Oya suminasai….

Matsuyama, 31 Januari 2010

 

Re-publish from facebook notes

Watashi no Nikki (30 januari 2010)-Seri tulisan trip ke Jepang

Subuh pertama di jepang, tanpa adzan sama sekali. Sedikit merasa terasing, tapi tidak apa-apa. Ku dirikan sholat subuh dengan tubuh menggigil menahan suhu 5 derajat. Selesai bersujud kepada Tuhanku, ingin tidur lagi, futonku begitu menggoda, tapi ku paksakan untuk turun ke lantai bawah. Melihat suasana pagi hari di Jepang, di Matsuyama.
Ruangan santai kosong, penghuni Hostel belum semuanya terbangun. Masih meringkuk dengan malasnya di bawah futon yang hangat. Aku kemudian mengakses internet, buka FB dan up date status.
Pukul 7 pagi, makan pagi siap. Menunya, nasi putih, nasi merah, telur orak-arik, kentang rebus, salad sayuran, ada roti, jus apple, jus jeruk dan susu..tinggal pilih mau makan apa. Aku makan nasi putih dan telur orak-arik, kentang rebus, sayuran tumis dari kol, tauge dan wortel. Minumnya jus apel.
Sedang makan, yusran memberi tahu bahwa oso sensee mengajak siapa saja yang mau ikut ke Dogo Onsen (Pemandian air panas). Matsuyama memang pusatnya pemandian air panas paling terkenal dan tertua di Jepang. Dogo Onsen menjadi salah satu identitas kota Matsuyama. Aku memutuskan untuk ikut, tapi tidak ikut mandi, karena orang-orang yang datang dan mandi di Dogo Onsen harus mandi tanpa selembar kain pun menempel di tubuh alias bugil hehehehe…kolam mandi pria dan wanita memang terpisah, tapi tetap saja…bugil!!!
Menumpang mobil Osozawa sensee, aku dan beberapa teman laki-laki (tidak perlu saya sebutkan namanya satu per satu karena alasan privacy), menuju kawasan Dogo Onsen. Alasan saya ikut karena ingin mengunjungi Onsen yang terkenal ke seantero Jepang sekaligus keliling kota Matsuyama dengan gratis heheheh….
Matsuyama memiliki ratusan pemandian air panas, banyak di antaranya yang telah berdiri sejak ratusan tahun lalu dan menjadi tempat pemandian air panas kaisar-kaisar Jepang jaman dulu. Salah satu yang paling terkenal adalah Dogo Onsen Honkan. Sebuah simbol kebanggaan dari area Dogo Onsen Hot Springs. Letaknya sebenarnya bisa di tempuh dengan berjalan kaki dari penginapan, tapi sensee sekaligus ingin mengajak kami keliling-keliling.
Kurang dari 5 menit, setelah parkir mobil (parkirnya di atas bukit , di sini sepertinya tidak boleh parkir sembarangan, ada area parkir khusus, yang jaraknya bisa begitu jauh dari tempat tujuan, seperti tempat parkir yang kami tempati). Sensee mengajak ke sebuah Onsen di dekat shopping centre. Melewati shopping centre, mata jadi hijau liat pernak-pernik ala jepang yang lucu-lucu (dasar perempuan heheheh).
Masuk ke onsen, sensee membeli tiket untuk mandi, tiket untuk 6 orang. Mereka masuk ke onsen, aku menunggu di lobby onsen yang ada. Orang-orang yang lewat sering memperhatikanku.mungkin bertanya-tanya, siapa orang aneh yang pake tutup kepala dan rok panjang ini???hehehehehe….
Aku perhatikan, orang-orang yang datang ke Onsen kebanyakan adalah orang tua yang berumur di atas 60 tahun, ada beberapa yang di atas 50 tahun, mengajak anak ,mereka, tapi itu sangat sedikit di banding orang tua yang datang ke onsen. Bahkan ada yang sudah harus menggunakan tongkat masih juga datang ke onsen. Pikirnya, orang ini mungkin adalah pelanggan onsen yang paling lama hehehehe. Aktifitas rutin orang-orang ini tiap pagi mungkin ke onsen sebelum aktifitas lainnya.
Di ruangan depan onsen, terdapat lemari tempat sepatu para pengunjung onsen. Di dekatnya, tepat di sebelah kiri dari pintu masuk, terdapat loket untuk membayar dan meminjam handuk serta meminta sabun jika kita tidak membawa peralatan mandi dari rumah. Tiket di beli di mesin penjualan tiket yang berada di sebelah kanan pintu masuk. Meskipun onsennya kelihatan sudah lama, tapi teknologinya tetap up date. Sejak tiba di Kansai International Airport, teknologi memanjakan kami. mulai dari kamar mandi yang di lengkapi dengan tombol-tombol otomatis untuk membersihkan diri setelah buang air kecil atau besar, penghilang bau otomatis, bahkan sound wastafel yang menyiramkan air pun ada. Dan karena musim dingin, maka dudukan klosetnya pun di lengkapi penghangat (warm seat). Keran air tempat cuci tangan di wastafel pun di lengkapi sensor otomatis. Jadi tidak perlu memutar atau memencet tombol apapun untuk mencuci tangan. Cukup letakkan tangan di bawah keran air, maka air akan otomatis keluar. Sebaliknya, keran akan berhenti mengeluarkan air ketika keran tidak mendeteksi tidak ada tangan lagi di bawah keran…keren bin takjub waktu pertama melihatnya hehehehe…serasa jadi kampungan banget hehehehehe….
Kembali ke Onsen. Sensee dan teman-teman masuk ke tempat mandi, dan aku dudk sendiri di lobby sambil memperhatikan orang-orang yang datang dan pergi di Onsen tersebut. Rata-rata memang orang tua yang datang ke Onsen. Mandi di Jepang bukan hanya tentang membersihkan diri. Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, orang Jepang hanya mandi sekali sehari pada saat malam hari sebelum tidur, kecuali pada musim panas. Mandi bagi orang Jepang adalah rekreasi, waktunya memanjakan diri dan mengistirahatkan badan setelah lelah seharian beraktifitas. Dalam keluarga orang Jepang,satu bak mandi untuk berendam itu di pakai untuk satu keluarga. Anggota keluarga yang tertua yang akan mandi dan berendam duluan agar mendapatkan air yang paling bersih dan paling hangat. Istri adalah anggota keluarga paling akhir yang akan mandi dan berendam. Tapi sebelum berendam, kita terlebih dahulu harus membersihkan badan terlebih dahulu, layaknya mandi seperti biasa. Baru setelah bersih, kita berendam dalam bak mandi yang berisi air hangat. Jika ada tamu, maka tamu adalah orang pertama yang di minta mandi terlebih dahulu agar mendapatkan air yang paling hangat dan paling bersih. Karena itu, jika bertamu di rumah orang jepang, kalau di tawari mandi, jangan segan-segan, karena itu kebiasaan mereka.
Kurang dari 30 menit, sensee dan teman-teman selesai mandi. Setelah mengembalikan handuk yang di pinjam dari pengelola onsen, kami bergegas kembali ke hostel, karena jam 9 ada rapat mengenai kegiatan kami selama ini, juga bagi-bagi okane (uang) beasiswa kami.
Ruth sensee, seorang amerika yang telah tinggal di jepang selama 35 tahun di Jepang. Bahasa jepangnya cas cis cus habis, seperti native speaker. Dan serunya lagi, dia mengajar di Ehime University sebagai dosen budaya Jepang untuk mahasiswa international di Ehime University. Pelajaran budaya kami yang pertama dari beliau adalah tentang sampah. Yup…sampah, sesuatu yang sangat penting yang harus kami ketahui, sebelum tinggal di Jepang. Jika di Indonesia sampah hanya di klasifikasikan menjadi 3 macam, maka di jepang, sampah sudah di klasifikan menjadi 11 macam!!!!akan ada tulisan tersendiri mengenai sampah di Jepang yang akan saya bagi.
Habis belajar sampah dengan Ruth sensee, kami di bagi ke dalam 5 apartemen. Aku mendapat apartemen di daerah Takewara, kurang lebih 3 km dari kampus utama Ehime University di kawasan Johoku, biasa juga di kenal dengan Johoku kampus. Se-apartemenku adalah Indah Rufiati S Yudhono dan Diah Proboningtias dari UGM. Keduanya sudah saya kenal terlebih dahulu sebelum program ini. Diah adalah teman angkatanku di program sailing Practise tahun 2006 lalu. Dan Indah adalah peserta sailing Practise 2008 di mana saya menjadi panitia kegiatannya.
Meeting selesai, kami ada undangan welcome party bersama teman-teman mahasiswa Jepang Ehime University di gedung alumni Ehime University. Nabe menjadi menu makan siang kami. Ada banyak teman-teman mahasiswa jepang yang datang dan memasak untuk makan siang kami. Termasuk teman se angkatanku di sailing practise, Riki takedani. Senangnya bisa ketemu dia lagi setelah 4 tahun. Selain mahasiswa Jepang, beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Ehime University juga ikut bergabung dengan kami.
Perut kenyang, ngobrol dan foto-foto juga sudah bosan heheheheh…untuk hari ini maksudnya. Pak Atus kemudian memberi kami beberapa alternatif jalan-jalan hari ini. Dogo Onsen atau Matsuyama Castle. Beberapa teman ikut sensee minum kopi. Sisanya termasuk aku ke Matsuyama Castle.
Perjalanan ke Matsuyama Castle, ditempuh dengan berjalan kaki kurang lebih 20 menit tanpa singgah ke sana-kemari.tapi karena singgah dulu di sebuah temple untuk foto-foto, jadinya makan waktu lebih dari 30 menit hehehehe..
Matsuyama Castle, adalah landmark kebanggan kota Matsuyama. Berada di atas bukit di tengah kota Matsuyama, Matsuyama Castle menjadi centre point of Matsuyama City. Di peta-peta kota Matsuyama, castle ini selalu menjafi starting point untuk mencari di mana daerah-daerah yang kami cari. Tulisan khusus tentang Matsuyama Castle akan ku tulis terpisah dengan tulisan ini.
Kami memutuskan untuk tidak masuk ke castke utama, karena akan masih banyak waktu untuk mengunjungi castle ini. Kami menunggu momen di mana bunga-bunga sakura di halaman castle mekar dan menyuguhkan pemandangan yang indah di musim semi nanti.
Puas jalan ke Matsuyama castle, kami mencoba naik kereta gantung untuk menuju kaki bukit di pinggir jalan kota Matsuyama. setiap orang harus membayar 260 Yen untuk kereta gantungnya.
Udara semakin dingin ketika berada di kereta gantung. Kereta ini berjalan dari stasiun di dekat pintu gerbang Matsuyama Castle sampai ke sebuah gedung yang peruntukkanya memang untuk pengelolaan Matsuyama Castle.
Sampai di bawah, kami memutuskan untuk segera pulang ke hostel karena sudah sangat sore. Menggunakan kereta listrik, kami pulang ke Matsuyama Youth Hostel.
Mandi dan makan malam dengan makanan khas jepang seperti Nabe, dan ikan. setelah itu, beberapa orang dari kami ikut dengan sensee untuk jalan-jalan. aku memilih untuk tinggal di hostel, up load foto ke FB dan chatting. ingin mengistirahatkan badan setelah seharian berjalan, futon ku siapkan dan aku siap terlelap…
ZZZzzZZzzZZZzzz…..

Matsuyama, 30 januari 2010
(Kurniati Umrah Nur)

 

Re-publish from facebook notes

Watashi no Nikki (29 Januari 2010)- Seri tulisan trip ke Jepang

Tulisan KANSAI yang tertulis di lapangan rumput landasan pacu pesawat seolah-olah menjadi ucapan selamat datang sekaligus menyadarkanku bahwa aku benar-benar telah mendarat di Jepang. Sumringah di wajahku aku yakin tidak bisa di sembunyikan dari siapapun, dan tentu saja bukan hanya aku tapi ke 23 peserta program pertukaran pelajar Indonesia-Jepang dari 3 universitas di Indonesia, UNHAS, UGM dan IPB. Garuda dengan nomor penerbangan GA 882 yang terbang meninggalkan Ngurah Rai International Airport pukul 01.00 mendarat dengan sempurna di landasan pacu Kansai International Airport. Salah satu bandara udara tercanggih di Jepang, bandara yang di bangun di atas sebuah pulau buatan yang terhubung dengan prefektur Osaka di pulau terbesar Jepang, Honshu.
Melewati koridor yang terhubung dengan pintu pesawat Air Bus A 330 milik maskapai penerbangan terbesar di Indonesia tersebut, meskipun capek setelah menempuh perjalanan selama 17 jam, senyuman di wajahku semakin mekar dengan sempurna, bagaimana tidak, impianku bertahun-tahun ini akhirnya bisa terwujud. Impian lama yang sampai aku saja lupa kapan aku mulai bermimpi dan kapan impian itu kemudian sedikit terlupakan dengan kesibukan mengejar beasiswa S2 ke negeri Kangguru, yang akhirnya “menolak”ku.
Bernarsis ria dengan mengabadikan momen-momen bersejarah ini menjadi euforia yang tidak bisa kami acuhkan. Klik…klik..klik..tidak henti-hentinya suara kamera bersahutan mengabadikan gambar kami di manapun dan kapanpun itu. Intinya, bukti eksistensi bahwa kami telah dan pernah mendarat di Kansai International Airport harus terdokumentasi dengan baik.
Sebelum proses administrasi di bandara, pak Atus “Ayah” kami semua, memberi informasi tentang semua proses administrasi yang harus kami lalui, terutama di bagian imigrasi. Menggunakan lift, kami menuju bagian imigrasi. Sambil menaiki lift, pak Atus menjelaskan kepada kami, bahwa orang Jepang memiliki budaya tersendiri dalam menggunakan lift. Jika orang yang paling pertama menaiki lift menggunakan jalur sebelah kanan, maka orang-orang di belakangnya akan mengikuti dengan tertib, begitupun sebaliknya. Jalur kosong di sisi lainnya di sediakan bagi orang yang terburu-buru. Pelajaran budaya kami yang pertama.
Bagian Imigrasi kedatangan internasional. Sepi, belum terlihat banyak penumpang yang harus di layani. Counter-counter pelayanannya pun banyak yang belum buka. Mungkin jam kedatangan kami adalah jam kedatangan pesawat yang paling pagi, kami mendarat pukul 8.30 waktu Jepang (Waktu Jepang satu jam lebih awal dari waktu di kawasan tengah Indonesia, atau sama dengan waktu Indonesia Timur).
Ohayo gozaimasu, menjadi sapaan umum bagi kami dari setiap petugas imigrasi. Aku benar-benar di Jepang….!!!! Kulit putih, mata sipit dan sapaan Ohayo Gozaimasu, menjadi bukti nyata bahwa aku telah berada di Negara yang luasnya 5,2 kali lebih kecil dari Indonesia ini. Seorang petugas imigrasi kemudian dengan ramah mengarahkanku ke salah satu counter yang kosong. Petugasnya meminta passport dan Embarkation Card yang sebelumnya telah di bagikan di atas pesawat. Di depanku ada seperangkat alat seperti monitor komputer. Di dalamnya tertulis “Welcome”. Dalam hati aku bergumam, yah welcome to Japan Kurni san…di samping perangkat tersebut ada dua buah pemindai sidik jari digital di kiri dan kanan monitor. Tulisan di monitor memintaku meletakkan kedua jari telunjukku di alat tersebut. Setelah mesin tersebut merekam data sidik jariku, monitor akan mengambil fotoku (padahal wajah masih kucel bin dekil hehehehe….)klik..wajahku sudah terekam dan tercatat dalam data base imigrasi Jepang. Selesai..passport dan disembarkation card ku di kembalikan. Di halaman 6 passportku tertempel Landing Permission dari 29 Januari 2010 sampai 29 April 2010. Artinya aku bisa berada di Jepang selama Landing Permissionku belum habis. Sepertinya cita-citaku untuk bisa backpacker ke Tokyo bisa terealisasi.
Menyelesaikan urusan imigrasi yang cukup ribet (semua orang asing pasti mengalaminya),kami menuju Baggage Claim (Pengambilan bagasi). Ban berjalan mengantarkan barang-barang kami satu per satu.karena akan tinggal selama 2 bulan lebih di Jepang, maka tidak heran jika barang bawaan kami begitu banyak. Koper –koper berisi pakaian dan makanan serta kardus-kardus berisi ole-ole buat teman-teman kami di Jepang. Untungnya pihak Garuda memberi kami gratis bagasi sebesar 30 kg per orang, jadi kami bisa membawa banyak barang keperluan kami. Setelah mengambil semua bagasi, kami masih harus berurusan dengan administrasi bandara. Passport kami kembali di periksa, dan di sini nasib barang-barang bawaan kami di tentukan, apakah bisa kami bawa masuk ke Jepang atau harus di sita oleh pihak imigrasi karena barang yang kami bawa adalah barang dengan status restrictid (terlarang). Misalnya narkoba, minuman keras, senjata api, parfum atau bahan liquid lainnya dlm jumlah lebih dari yang telah di tentukan, bahkan rokok.Bagasi..beres. Senyuman petugasnya melegakan kami. Semua barang lolos sensor..!!!
Terminal Building International Arrival menjadi ruang tunggu kami untuk sementara sambil menunggu jemputan bus khusus dari pihak kampus Ehime University. Universitas tuan rumah kami. Mereka dengan berbaik hati menjemput kami di Kansai, sehingga kami tidak perlu repot dan bingung memikirkan akomodasi ke Ehime. Kansai adalah bagian dari prefektur Osaka di pulau Honshu, sedangkan Prefektur Ehime berada di Pulau Empat Provinsi, yaitu Shikoku. Perjalanan menggunakan bus akan memakan waktu sekitar 4-5 jam melewati beberapa prefektur (propinsi). Ada 3 alternatif transportasi dari Kansai atau Osaka, pesawat terbang dari Kansai-Matsuyama selama 50 menit penerbangan dengan tarif 15-17 ribu yen ( 1 yen = 100 rupiah), Bus Kansai-Matsuyama selama 5 jam sebesar 4500 yen, dan 5500 yen untuk fery dari Kansai-matsuyama selama 5 jam. Yang paling murah tentunya menjadi pilihan kami, meskipun memakan waktu yang lama, tapi yang pasti banyak hal yang bisa kami lihat dan lalui selama perjalanan menggunakan bus. Tapi syukurnya, di saat terakhir keberangkatan kami dr Indonesia, Professor Osozawa memberitahukan bahwa Ehime University akan mengirimkan satu bus untuk menjemput kami. Senangnya..bisa hemat okane (uang) hehhehehehe….
Sambil menunggu, kami sarapan pagi dengan donat J.CO yang di bawa oleh teman-teman dari UGM. Bernarsis ria dengan berfoto tidak dapat di hindari tentunya. Suhu di dalam gedung masih cukup hangat. Kami pun mencoba keluar gedung dan Brrrrrrrrrrrrrrrr…udara dingin langsung menyambut kami, mengucapkan selamat datang di Jepang. Suhunya berada di angka 5 derajat, dingin namun menyegarkan. Aku dan syifa menyempatkan melakukan sujud syukur di depan gedung sebagai tanda syukur kami kepada Allah atas kesempatan yang di berikan pada kami untuk bisa belajar di Jepang.
10.41, bus jemputan kami tiba beserta 5 orang mahasiswa Jepang yang khusus ikut untuk menjemput kami.Marika, Rikako, Akito, itoShu dan Mami. Beberapa dari mereka sudah kami kenal sebelumnya karena pernah datang ke Makassar dan mengikuti program Sailing Practise bersama Phinisi Cinta Laut. Program yang kemudian mengantarkan kami berada di sini.
Histeria karena bisa bertemu kembali menjadi pembuka reuni kami. Ogenki desu ka menjadi kalimat pembuka pertemuan kami kembali. Senangnya bisa mengunjungi mereka. Puas kangen-kangenan, barang-barang di masukkan ke dalam bagasi bus. Semua penumpang naik dan bus pun berangkat menuju Matsuyama di Prefektur Ehime.
Memasuki kota Osaka, kami melewati begitu banyak jembatan dengan berbagai model dan type. Sepertinya membangun jembatan di negara ini begitu mudah. Tidak heran, karena teknologi mereka begitu maju. Aku menjuluki Osaka sebagai kota seribu jembatan. Kami seolah-olah menikmati Osaka dari atas. Kota terbesar kedua di Jepang setelah Tokyo ini, adalah rumah bagi Universal Studio Japan dan aquarium terbesar di Jepang. Juga ada begitu banyak tempat wisata sejarah dan budaya bertempat di Osaka.
Hyogo, kota kedua yang kami lewati dengan tetap melaju di atas jembatan-jembatan dengan berbagai type. Sejak berangkat dari Kansai, kami tidak pernah “Menginjak” kota sebenarnya. Kami hanya melihat kota dari atas jembatan yang kami lewati. Pak Atus menjadi guide kami untuk sementara. Menjelaskan tentang daerah-daerah yang kami lewati. Entah karena capek karena perjalanan panjang yang telah kami lewati sebelumnya atau karena keasyikan dengan pemandangan baru di luar sana, atau bisa juga karena masih merasa bermimpi berada di Jepang. Saya kurang memperhatikan penjelasan dari pak Atus, sampai kemudian kami tiba di sebuah rumah makan untuk makan siang.
Udon, menjadi menu makan siang kami di hari pertama mendarat di Jepang. Rasanya masih bisa di terima oleh lidah dan perutku. Udon di hidangkan bersama semangkuk nasi yang di campur dengan tentakel gurita, potongan wortel rebus dan segelas ocha (teh hijau). Kampung tengah sudah terisi full, perjalanan di lanjutkan menuju Matsuyama.
Topografi Jepang yang berbukit-bukit dan di kelilingi pegunungan membuat begitu banyak terowongan di bangun untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya. Perjalanan menuju Matsuyama melewati begitu banyak terowongan (tidak sempat menghitung karena terlalu excited heheheh). Kiri kanan jalan terlihat rumah-rumah khas Jepang di tengah-tengah kebun sayuran.
Menjelang sore kami memasuki kota Matsuyama. Typikal kota-kota di Jepang seperti yang selama ini saya lihat di televisi (yang akhirnya bisa melihat langsung heheheh). Kota yang teratur, bersih dan rapih. Kendaraan tidak sepadat di kota Makassar.
Pukul 05 lebih, kami memasuki kawasan Dogo. Kawasan tempat bermukimnya tempat-tempat permandian air panas (Onsen) paling terkenal dan tertua di Jepang. Melewati Dogokuen Park, bus menanjak naik ke sebuah kawasan berbukit menuju Matsuyama Youth Hostel, tempat kami tinggal untuk sementara.
Bus berhenti tepat di depan hostel. Ternyata sudah banyak teman-teman jepang kami yang menunggu. Mereka membantu menurunkan barang-barang bawaan kami dan membawanya masuk ke hostel.
Kamar hostel yang di sediakan cukup nyaman. Kamarku berisi 4 buah tempat tidur lengkap dengan futonnya. Sebuah televisi layar datar dan beberapa lembar yukata untuk tidur….jadi ingin cepat-cepat merebahkan badan.Tapi masih ada pengarahan dari Osozawa sensei mengenai kegiatan kami selama beberpa hari ke depan sebelum opening ceremony. Makan malam menunggu, perut juga sudah meronta minta di isi. Udara dingin membuat perut cepat terasa lapar.
Pukul 7 malam, makan malam siap. Makanan ala Jepang. Tempura, Nabe (sayuran, tahu, ikan di campur dan di masak dengan kaldu), fresh potato dan salad sayuran menjadi menu makan malam kami yang pertama di Jepang. Entah karena makanannnya enak ( padahal terasa hambar di lidah orang Indonesia yang menyukai makanan yang penuh dengan rempah dan bumbu-bumbu) atau karena lapar, dalam sekejap makanan yang ada di depan kami sudah berpindah ke lambung kami.
Kenyang, dan capek akhirnya mengantuk. Tapi berusaha ku tahan. Aku belum mandi seharian..sedangkan kamar mandi untuk wanita masih full. Ku sempatkan mengakses internet untuk meng up date status di facebook. Karena kartu simpatiku tidak sempat ku registrasi untuk roaming internasional, maka salah satu jalan termudah dan termurah menghubungi keluarga di Indonesia hanya melalui facebook. Matsuyama Youth Hostel menyediakan akses internet gratis, baik LAN maupun Wi Fi.
Sedang membuka facebook, aku melihat icon Skype di desktop. Aku mencoba menggunakannya. Sewaktu di Indonesia, seorang teman memberi tahuku tentang software skype yang bisa di gunakan untuk menelpon baik sesama skype atau ke nomor telpon seluluer atau rumah.
Penasaran, aku kemudian mencobanya.siapa tahu aku bisa menghubungi orang tuaku. Aku memilih nama negara dan menulis nomor telpon rumahku. Deg-degan menunggu nada panggil. Tak lama kemudian, nada panggil terdengar. Seseorang kemudian terdengar mengangkat telpon dan hwaaaaaaaaaaaaaaaa….itu suara bapakku, senangnya bisa mendengar suaranya. Ku kabarkan bahwa aku sudah tiba di Jepang dengan selamat dan memintanya untuk tidak mengkhawatirkanku. Aku juga sempat berbicara dengan ibuku, melepas kangen yang sudah muncul meski baru terpisah 24 jam lebih. Puas menelpon orang tuaku, ku berikan giliran akses internet kepada teman2ku yang lain, mereka juga ingin menghubungi keluarga mereka, lagian aku juga sudah begitu capek.
Setelah mandi (mengikuti kebiasaan orang Jepang yang mandi sebelum tidur pada malam hari, kecuali pada musim panas), tepatnya berendam dalam air hangat, futon ku siapkan dan aku siap terlelap menikmati malam pertamaku di Jepang…Oya suminasai minna san…
ZZZZZzzzZZzzZZZzZZZzZZ!!!!

Matsuyama, 29 Januari 2010

Re-publish from facebook notes